Selasa 28 Jun 2022 10:30 WIB

PBB Desak Libya Adakan Pemilu

Libya berencana untuk melakukan pemilihan pada 24 Desember lalu dan gagal.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Pasukan yang setia kepada Abdul Hamid Dbeibah, salah satu dari dua saingan perdana menteri Libya, mengamankan jalan-jalan ibukota setelah bentrokan pecah di Tripoli ketika saingan Dbeibah, Perdana Menteri Fathi Bashagha, mengumumkan kedatangannya di Tripoli, Libya, 17 Mei 2022. Kepala politik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Rosemary DiCarlo mendesak faksi-faksi di Libya untuk menyetujui langkah-langkah yang mengatur transisi untuk melaksanakan pemilihan umum, Senin (27/6/2022).
Foto: AP Photo/Yousef Murad
Pasukan yang setia kepada Abdul Hamid Dbeibah, salah satu dari dua saingan perdana menteri Libya, mengamankan jalan-jalan ibukota setelah bentrokan pecah di Tripoli ketika saingan Dbeibah, Perdana Menteri Fathi Bashagha, mengumumkan kedatangannya di Tripoli, Libya, 17 Mei 2022. Kepala politik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Rosemary DiCarlo mendesak faksi-faksi di Libya untuk menyetujui langkah-langkah yang mengatur transisi untuk melaksanakan pemilihan umum, Senin (27/6/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kepala politik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Rosemary DiCarlo mendesak faksi-faksi di Libya untuk menyetujui langkah-langkah yang mengatur transisi untuk melaksanakan pemilihan umum, Senin (27/6/2022). Dia berharap ini akan mengarah pada pemungutan suara yang telah lama ditunggu-tunggu untuk terlaksana secepat mungkin.

DiCarlo mengatakan kepada Dewan Keamanan (DK) PBB, bahwa selama pembicaraan di Kairo dari 12-20 Juni para pesaing mencapai konsensus luas tentang sebagian besar pasal yang diperdebatkan dalam konstitusi yang diusulkan pada 2017. "Kami didorong bahwa para pemimpin kedua sisi telah menerima undangan penasihat khusus (PBB) Stephanie Williams untuk bertemu di Jenewa dari 28-29 Juni untuk membahas dan mencapai kesepakatan tentang langkah-langkah yang mengatur periode transisi menuju pemilihan,” katanya.

Baca Juga

Pertemuan Kairo adalah yang pertama yang melibatkan parlemen Libya yang berbasis di timur Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Tinggi Negara yang berbasis di barat di Tripoli. Kedua kelompok yang bersaing ini terlibat dalam peninjauan serius dari proposal konstitusional sejak diadopsi pada 2017.

Negara yang kaya minyak telah dirusak oleh konflik sejak pemberontakan yang didukung NATO menggulingkan dan membunuh diktator lama Moammar Gadhafi pada 2011. Negara itu kemudian dipecah oleh pemerintahan saingan di timur yang didukung oleh komandan militer Khalifa Hifter melawan kelompok yang berada di ibu kota Tripoli. Masing-masing pihak didukung oleh milisi dan kekuatan asing yang berbeda.

DiCarlo mendesak 15 negara anggota DK dan semua mitra internasional Libya untuk menyerukan kepemimpinan dua kelompok mengambil kesempatan yang disajikan oleh kesepakatan yang dicapai di Kairo. Desakan ini diharapkan akan membuat pemilihan umum terjadi.

Libya berencana untuk melakukan pemilihan pada 24 Desember lalu dan gagal setelah pemerintahan sementara yang berbasis di Tripoli yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah gagal melanjutkan pemungutan suara. Kegagalan itu merupakan pukulan besar bagi upaya internasional untuk mengakhiri satu dekade kekacauan di Libya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement