Selasa 28 Jun 2022 14:35 WIB

Kemenkes Ingatkan Pandemi Covid-19 Masih Ada dan Terus Bermutasi

Kemenkes meminta masyarakat jangan kaget kalau ternyata kasusnya meningkat lagi

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan status pandemi Covid-19 masih terjadi di Indonesia dan negara-negara lain. Tak hanya itu, virus ini akan terus bermutasi dan kini yang sedang berkembang adalah omicron subvarian BA.4 dan BA.5.

"Pandemi Covid-19 masih ada di Indonesia dan dunia. Ini bisa dilihat dari angka positif (positivity rate) dan hospitalisasi, jadi harus diwaspadai untuk dijaga," kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril, Selasa (28/6/2022).

Karena virus ini masih belum hilang, Syahril menambahkan, jumlah kasusnya bisa naik dan turun. Artinya, dia melanjutkan, kasus Covid-19 mengalami fluktuasi. Sehingga, Kemenkes meminta masyarakat jangan kaget kalau ternyata kasusnya meningkat lagi kemudian di lain waktu menurun. Menurutnya, hal-hal seperti ini bisa terjadi karena saat ini masih masa pandemi. Tak hanya itu, Kemenkes mengingatkan virus ini akan terus bermutasi menjadi varian baru atau sub varian lainnya, misalnya alfa, delta, hingga omicron. 

"Sekarang yang sedang bermutasi adalah subvarian omicron BA.4 dan BA.5," ujarnya.

Ia menjelaskan, subvarian ini mengubah sifat dan karakter Covid-19.  Lebih lanjut Kemenkes mendapatkan laporan bahwa tingkat penyebaran dan penularan BA.4 dan BA.5 hampir sama dengan varian omicron sebelumnya yang notabane penyebarannya lebih tinggi dari varian delta. Namun, Kemenkes mencatat tingkat keparahannya lebih rendah dari omicron sebelumnya. Ia menambahkan, BA.4 dan BA.5 juga tidak seganas omicron yang lalu. Karena kasus BA.4 dan BA.5 belum banyak di dunia, Kemenkes kemudian merujuk kesimpulan sementara yang dirilis oleh organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) bahwa gejala BA.4 dan BA.5 sama seperti omicron yang lalu seperti batuk, demam, badan pegal, anosmia kehilangan penciuman, dan sebagian sesak napas. Yang membedakan adalah ketika diperiksa pengurutan keseluruhan genome (WGS) terlihat ada perubahan bentuk.  

"Namun, kita bersyukur tingkat keparahan BA.4 dan BA.5 lebih rendah dibandingkan omicron sebelumnya. Sehingga, meski kasusnya meningkat, yang masuk rumah sakit tak banyak dan yang meninggal tak banyak karena keganasan lebih rendah," katanya.

Karena situasi ini, pihaknya menetapkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) masih di level 1. Dengan level ini, ia menyebutkan kapasitas mal bisa sampai 100 persen hingga jam 10 malam, kemudian tempat wisata juga bisa diisi sampai penuh. Kendati demikian, Syahril mengutip pernyataan presiden Joko Widodo bahwa protokol kesehatan harus tetap dijaga. Kalaupun ada pelonggaran masker, dia melanjutkan, pemakaiannya disesuaikan dengan kondisi tertentu.

"Jadi,  jangan dipotong kalimatnya. Artinya boleh tidak memakai masker di luar ruangan atau gedung, tapi saat tidak banyak orang atau kerumunan," ujarnya.

Sementara itu, jika ada di pertandingan sepak bola, olahraga, konser, tempat wisata maka harus tetap memakai masker. Ia menambahkan, ketentuan menggunakan masker juga berlaku untuk orang yang sedang sakit, memiliki penyakit penyerta (komorbid), hingga lanjut usia. Alasannya karena berisiko untuk terpapar virus. 

"Ingat pakai masker adalah budaya kesadaran hidup sehat untuk diri sendiri. Jadi, bukan karena dipaksa dan masyarakat harus bijak memakainya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement