Selasa 28 Jun 2022 17:35 WIB

Polisi Delhi Tangkap Jurnalis Muslim

Jurnalis muslim secara teratur men-tweet meningkatnya marginalisasi Muslim di India.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Jurnalisme (ilustrasi).
Foto: salon.com
Jurnalisme (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI - Polisi New Delhi, India menangkap jurnalis Muslim pendiri sebuah situs pengecek fakta, Mohammed Zubair pada Senin (27/6/2022) waktu setempat. Polisi menuduhnya menghina keyakinan agama di Twitter.

Asosiasi DIGIPUB mengatakan, Zubair ditangkap di bawah dua bagian undang-undang yang berkaitan dengan menjaga kerukunan beragama. Zubai merupakan salah satu pendiri Alt News dan secara teratur men-tweet tentang meningkatnya marginalisasi minoritas Muslim di India.

Co-founder Alt News lainnya, Pratik Sinha, mengatakan di Twitter tidak ada pemberitahuan yang diberikan kepada Zubair sebelum penangkapannya. "Dia saat ini ditahan di dalam bus polisi di Burari selama lebih dari satu jam," kata Sinha, mengacu pada lingkungan Delhi.

Zubair akan diproses di hadapan hakim di kediamannya untuk mengizinkan penahanan jurnalis tersebut. Seorang juru bicara Kepolisian Delhi tidak segera menanggapi permintaan komentar. Panggilan ke telepon kantor mereka tidak dijawab.

Mengutip sumber-sumber Kepolisian Delhi, ANI melaporkan bahwa Zubair ditangkap berdasarkan pengaduan dari akun Twitter yang mengatakan dia menghina umat Hindu dalam sebuah unggahan pada 2018. Saat itu ia mengomentari penggantian nama sebuah hotel setelah dewa monyet Hindu Hanuman.

Jurnalis lain menuntut pembebasan Zubair. "Wartawan Zubair yang secara rutin membongkar berita palsu, mengungkap mesin kebencian di India baru saja ditangkap," kata Rana Ayyub, jurnalis Muslim lain yang sering mengundang kemarahan umat Hindu garis keras. "Negara ini menghukum mereka yang melaporkan, mendokumentasikan penurunan tersebut," imbuhnya.

Sepuluh organisasi hak asasi manusia mengatakan pada Hari Kebebasan Pers Sedunia bulan lalu bahwa pihak berwenang India semakin memilih jurnalis dan kritikus online atas kritik mereka terhadap kebijakan dan praktik pemerintah. Itu  termasuk dengan menuntut mereka di bawah undang-undang kontra-terorisme dan hasutan. Namun pejabat pemerintah membantah tuduhan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement