Selasa 28 Jun 2022 18:15 WIB

Sri Lanka Tangguhkan Penjualan BBM

Sri Lanka menangguhkan penjualan BBM untuk sektor tidak penting selama dua pekan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Pengendara mengantre di luar SPBU untuk membeli bensin di Kolombo, Sri Lanka. Pemerintah Sri Lanka menangguhkan penjualan bahan bakar minyak (BBM) untuk layanan atau sektor tidak penting selama dua pekan ke depan.
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Pengendara mengantre di luar SPBU untuk membeli bensin di Kolombo, Sri Lanka. Pemerintah Sri Lanka menangguhkan penjualan bahan bakar minyak (BBM) untuk layanan atau sektor tidak penting selama dua pekan ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO – Pemerintah Sri Lanka menangguhkan penjualan bahan bakar minyak (BBM) untuk layanan atau sektor tidak penting selama dua pekan ke depan. Keputusan itu diambil karena stok BBM di negara yang tengah dilanda krisis tersebut sangat tipis.

“Kabinet menteri memutuskan untuk mengeluarkan BBM hanya untuk layanan penting mulai tengah malam hari ini (Senin, 27 Juni) hingga 10 Juli,” kata juru bicara kabinet Sri Lanka Bandula Gunawardane, Senin lalu, dikutip laman Scroll.in.

Layanan penting yang dimaksud pemerintah Sri Lanka adalah sektor kesehatan, pertanian, dan transportasi pangan. Penguncian parsial turut diterapkan di negara tersebut. Pemerintah mendesak semua lembaga sektor publik dan swasta mengizinkan para pegawainya bekerja dari rumah hingga 10 Juli mendatang.

Komisi Transportasi Nasional Sri Lanka mengungkapkan, penghentian sementara pasokan BBM mungkin akan berdampak pada layanan bus di negara tersebut. Menurut Direktur Jenderal Komisi Transportasi Nasional Sri Lanka Nilan Miranda, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) hanya dibuka di Terminal Bastian Mawatha di Kolombo dan di Pusat Multimoda Makumbura di Kottawa.

“Jika SPBU itu menerima bahan bakar di bawah layanan penting, bus akan berjalan tanpa hambatan. Jika tidak, hanya bus terbatas yang akan ada di jalan,” kata Miranda.

Pada Senin lalu, Menteri Energi Sri Lanka Kanchana Wijesekera mengatakan, negaranya sedang berjuang mengamankan pasokan BBM. “Kami berjuang untuk menemukan pemasok (BBM). Mereka enggan menerima surat kredit dari bank kami. Ada lebih dari 700 juta dolar AS dalam pembayaran yang sudah jatuh tempo, sehingga sekarang pemasok menginginkan pembayaran di muka,” kata Wijesekera kepada awak media, dikutip laman CNN.

Dia mengungkapkan, selama dua bulan terakhir, Sri Lanka menerima suplai BBM lewat jalur kredit India senilai 500 juta dolar AS. Pasokan itu telah habis pada pertengahan bulan ini. "Kami memiliki sekitar 9.000 metrik ton solar dan 6.000 metrik ton bensin yang tersisa. Kami melakukan segala yang kami bisa untuk mendapatkan stok baru, tetapi kami tidak tahu kapan itu akan terjadi,” ucapnya.

Sri Lanka sudah memutuskan menaikkan harga BBM sebesar 12-22 persen pada Ahad (26/6/2022) dini hari lalu. Kenaikan harga pada Mei telah mendorong inflasi di negara tersebut ke 45,3 persen atau tertinggi sejak 2015. Meskipun pasokan menipis dan harga telah naik, warga tetap mengantre di pom-pom bensin. Antrean mengular hingga berkilo-kilometer.

Menurut Wijesekera, tak mungkin warga bisa memperoleh BBM. Sebab stok yang tersisa akan digunakan untuk keperluan transportasi umum, pembangkit listrik, dan layanan medis.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement