Selasa 28 Jun 2022 17:19 WIB

Pemerintah: Beli Migor Pakai PeduliLindungi Bukan untuk Persulit Warga, Tapi...

Pemerintah sebut PeduliLindungi akan mencegah potensi penimbunan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warga menunjukkan aplikasi PeduliLindungi saat membeli minyak goreng curah rakyat (MGCR) di salah satu kios di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Senin (27/6/2022). Pemerintah berencana akan mewajibkan masyarakat menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau menunjukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP saat membeli minyak goreng curah rakyat (MGCR) seharga Rp14 ribu per liter mulai pertengahan Juli mendatang. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Warga menunjukkan aplikasi PeduliLindungi saat membeli minyak goreng curah rakyat (MGCR) di salah satu kios di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Senin (27/6/2022). Pemerintah berencana akan mewajibkan masyarakat menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau menunjukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP saat membeli minyak goreng curah rakyat (MGCR) seharga Rp14 ribu per liter mulai pertengahan Juli mendatang. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menegaskan, penggunaan aplikasi PeduliLindungi dalam pembelian minyak goreng curah bukan untuk mempersulit masyarakat. Namun, untuk menjamin penjualan dapat tepat sasaran kepada masyarakat dan meminimalisasi potensi penimbunan hingga penyelundupan.

"Kita sama sekali tidak mau membuat sulit atau ribet, tapi kita mencari solusi yang menurut kita sudah sering dipakai tapi ingin ada kontrol karena barang ini tidak unlimited," kata Plt Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, dalam konferensi pers, Selasa (28/6/2022).

Rachmat menuturkan, PeduliLindungi saat ini telah dipakai oleh 90 juta masyarakat Indonesia. Mereka yang memiliki aplikasi itu identitasnya bisa dipercaya karena telah terintegrasi dengan nomor induk kependudukan (NIK) pada KTP. Berbeda dengan menggunakan KTP seperti saat ini, ada kemungkinan oknum konsumen membelinya dengan KTP palsu.

Selain itu, kata Rachmat penggunaan aplikasi PeduliLindungi nantinya akan bisa digunakan untuk lebih dari satu NIK, tapi khusus anggota keluarga. Proses pembelian menggunakan aplikasi itu juga dinilai sangat mudah baik oleh pedagang maupun konsumen.

"Prosesnya tidak sulit, pengecer tinggal tempel kode QR-nya (di warung), pembelin tinggal scan. Kalau hijau bisa beli, kalau merah berarti kuota hari itu sudah dipakai, silakan datang lagi besoknya," katanya.

Adapun, kuota yang ditetapkan maksimal sebesar 10 kilogram (kg) per hari untuk satu konsumen atau 300 kg per bulan atau setara 330 liter per bulan. Jumlah itu jauh lebih tinggi dari rata-rata kebutuhan konsumen yang hanya 1 liter per orang per bulan.

Pembatasan 10 kg per hari ditujukan agar para pelaku UMKM yang membutuhkan minyak goreng sebagai bahan baku bisa mendapatkan kemudahan. Sebab, sebelumnya konsumen hanya dibatasi maksimal 2 liter per hari.

Rachmat mengatakan, dalam implementasinya nanti bisa saja ada oknum yang menggunakan lebih dari satu akun PeduliLindungi untuk bisa membeli minyak goreng lebih dari 10 kg per hari. Namun, kata dia, untuk sementara pemerintah tidak membuat regulasi mengenai itu karena dikhawatirkan over regulasi.

"Ya, kalau nanti ada satu toko yang kebutuhan (penjualan) nya sangat besar (dalam sehari) bolehlah kita mampir ke sana. Sekarang ada ribuan Satgas di seluruh Indonesia yang mengawasi," kata dia.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, menuturkan, kemungkinan oknum spekulan yang ingin membeli minyak goreng lebih dari kuota harian paling tinggi 20-30 kg. 

Namun, ia meyakini, praktik itu tak akan masif karena pasokan minyak goreng curah sudah berlimpah. Pemerintah bahkan mengalokasikan DMO minyak goreng curah sebulan 300 ribu ton, lebih besar dari rata-rata kebutuhan yang hanya 232 ribu ton. 

"Mau diapain kalau dia beli berlebihan? Kami pastikan pasokan 300 ribu ton itu akan tersedia," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement