REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Dakwah merupakan bagian dari perjuangan umat Islam untuk menjadi umat terbaik yang saling mengajak untuk kebaikan dan mengingatkan dalam keburukan. Begitu juga yang dirasakan saat silaturahim dan ngonten podcast Rukun Indonesia spesial bulan Dzulqadah di Yogyakarta. Selama empat hari (21-25 Juni 2022) bertemu baik sosok maupun secara kelembagaan.
“Kunjungan kami ingin belajar bagaimana perjuangan dakwah dapat menjadi inspirasi dan informasi untuk masyarakat Indonesia yang ditayangkan di rukun podcast,” papar Sigit Akbar, Founder Rukun Indonesia dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (27/6).
Sigit Akbar menjelaskan, hari pertama dimulai dari kunjungan ke Pesantren Jamhariyah, pesantren yang menampung santri tunarungu-tuli yang diasuh oleh Ustadz Randy Abu Balqis.
Berdiri sejak 2019, pesantren tersebut telah menampung puluhan santri dalam satu rumah sebagai pusat kegiatannya. “Kerap kali tunarungu-tuli tidak mendapatkan kesempatan yang sama, baik secara interaksi sosial maupun pendidikan keagamaan. Di sini, santri kita didik untuk bisa beribadah secara totalitas dan mengembangkan bakat untuk di masyarkat,” jelas ustadz Randy.
Kunjungan selanjutnya ke Putri Ariani. Pemenang Indonesia Got Talent 2014 ini sedang berjuang dakwahnya melalui dunia tarik suara. Ia ingin menunjukkan bahwa tidak ada lagi stigma negatif bagi tunanetra seperti dirinya dan orang lain. Semua orang memiliki kesempatan yang sama dan mampu berkarir di mana dan apa saja.
“Hari kedua, kami mengunjungi Yayasan AMM Yogyakarta, yayasan yang mengurusi penerbitan Iqra yang dibuat langsung oleh almarhum KH Asad Humam, pembuat modul Iqra yang selama ini dipakai untuk belajar membaca Alquran,” jelas Sigit Akbar.
Tim Rukun Indonesia bertemu dengan Erweesbe Maimanati, putri kandung pembuat modul Iqra. Ia menjabarkan bagaimana perjuangan dakwah KH Asad Humam terkait keprihatinan minimnya literasi baca Alquran saat itu hingga warisan ilmu yang dipakai masyarakat kini.
Setelahnya, tim Rukun Indonesia bertemu dengan Yohanes Ignatius, seorang mualaf mantan pendeta di Bayat, pelosok desa di Klaten, Jawa Tengah.
Pria yang akrab disapa Pak Yo ini tengah berjuang mendirikan lembaga pelatihan baca Alquran, pendidikan akhlak, kepemimpinan dan keislaman di tengah proses banyaknya permurtadan dibungkus pendidikan. “Saya memilih dakwah ini karena saya tahu di mana saya bisa bermanfaat bagi orang lain. Di sini, masyarakat sulit sekali mendapatkan pendidikan khususnya agama karena berbagai faktor. Kemiskinan hingga akses yang cukup jauh dari kota,” papar Pak Yo.
Pak Yo menjelaskan, pendidikan gratis yang diinisiasikan dirinya ini merupakan bentuk wadah anak-anak Muslim belajar. Baginya, generasi anak-anak Muslim harus diselamatkan melalui pendidikan.
Kunjungan Rukun Indonesia pada hari selanjutnya adalah Pondok IT yang diasuh oleh Ustadz Rulli Indrawan. Bincang podcast mengenai visi yang ia dirikan untuk memaksikmalkan ruang ibadah dan pengembangan bakat secara gratis dari semua lini pendidikan.
Puncak kunjungan tim Rukun Indonesia ke Ukhwah Mualaf Indonesia (Umi). “Di sini kami bertemu dengan Dosmauli, mualafah yang dulu benci Islam, namun justru saat ini mengabdikan hidupnya menjadi pejuang dan pendakwah,” ujar Sigit.
Bermukim di Muntilan, Yogyakarta, wanita yang akrab disapa Bu Uli ini aktif setiap hari mengajar dan mendidik keislaman masyarakat setiap desa yang dapat ia tempuh. Mulai dari lereng Merapi hingga lereng Merbabu.
“Jika ditotal, jamaah yang kami ajarkan mencapai 1.500 orang. Kami berharap, perjuangan kami ini dapat bermanfaat bagi mereka yang bahkan sudah berusia 80 tahun masih istiqamah mau belajar membaca Alquran kepada kami,” terang Bu Uli.
Sigit Akbar berharap, perjuangan dakwah dalam safari di Yogyakarta menjadi inspirasi bagi Muslim lainnya. Sebagaimana Islam mengajarkan, bahwa Allah menurunkan kita agar menjadi umat terbaik.
“Kita harus saling mendukung sesama Muslim di bidang dakwah apapun, karena berdakwah tidak hanya sebatas kajian, berdakwah bagaimana kebermanfaatan kita bagi orang lain dengan bertakwa,” jelas Sigit.