Rabu 29 Jun 2022 05:03 WIB

RS Pusat Otak Nasional Siap Uji Coba Kebijakan KRIS

RS Pusat Otak Nasional telah menyiapkan ruangan standar KRIS bagi empat pasien

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas melayani warga di loket BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (17/6/2022). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berencana menghapus kelas 1, 2, dan 3 dan menggantikannya ke Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juli 2022.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Petugas melayani warga di loket BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (17/6/2022). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berencana menghapus kelas 1, 2, dan 3 dan menggantikannya ke Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juli 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) memastikan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mulai diuji coba di sejumlah rumah sakit pada Juli 2022. Skemanya, satu ruang rawat inap bakal diisi maksimal empat pasien.

Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) dr. Mursyid Bustami mengatakan , pihaknya bisa menyesuaikan uji coba kebijakan KRIS tersebut Diketahui, RS PON menjadi salah satu rumah sakit vertikal yang berada di bawah kendali Kementerian Kesehatan.

"Kami sudah mempersiapkan ruang perawatan yang sesuai dengan standar yaitu 4 orang satu kamar dengan luas minimal 7.2 meter persegi setiap bednya," kata Mursyid kepada Republika, Selasa (28/6).

"Kebetulan RS PON memiliki kamar kelas 3 yang sudah memenuhi standar, hanya mengurangi jumlah bed dari 5 bed menjadi 4 bed," sambungnya.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan saat ini pihaknya bersama Kementerian Kesehatan RI dan BPJS Kesehatan sedang finalisasi desain uji coba. Diketahui, uji coba terlebih dahulu akan dilakukan di beberapa rumah sakit vertikal yang berada di bawah Kemenkes RI.

"Kami tengah mempersiapkan beberapa RS yang akan dijadikan tempat ujicoba. Jika sudah final nanti, tentu akan disampaikan," kata Muttaqien kepada Republika, Selasa (28/6).

Muttaqien mengatakan, uji coba ini penting dilakukan untuk memastikan perubahan ekosistem JKN ke depan dapat mendorong program JKN yang berkelanjutan baik dari peningkatkan mutu pelayan, dan mencapai ekuitas. Ihwal penyesuaian besaran iuran setelah nantinya KRIS diimplementasikan secara penuh, saat ini besarannya masih dalam perhitungan.

Namun, Muttaqien menegaskan besaran iuran tersebut pasti akan memperhitungkan kemampuan membayar masyarakat. Serta memerhatikan keberlangsungan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan." Selama belum ada perubahan revisi Perpres 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, maka iuran masih sesuai dengan Pepres 64 Tahun 2020 sebagaimana besar iuran yang berlaku sekarang ini. Belum ada perubahan apapun terkait besar iuran," ungkap Muttaqien.

Sebelumnya, Pejabat pengganti sementara (Pps) Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) BPJS Kesehatan Arif Budiman mengatakan, uji coba kebijakan KRIS baru dilakukan di rumah sakit vertikal yang berada di bawah kendali Kementerian Kesehatan langsung.

“Dalam hal ini kurang dari 10 rumah sakit milik kementerian kesehatan yang tersebar di beberapa wilayah,” ujarnya.

Arif melanjutkan, ada sekitar 2.800 rumah sakit yang melayani peserta BPJS di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga, hampir tidak ada perubahan secara masif untuk seluruh pelayanan peserta BPJS Kesehatan.

Diketahui, BPJS Kesehatan akan melebur layanan kelas 1, 2, dan 3 menjadi satu. Rencana peleburan melalui program KRIS akan segera diberlakukan. Saat ini, BPJS sedang melakukan simulasi dan perhitungan terkait dengan iuran kelas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dilebur menjadi satu. Maka dari itu, layanan kelas 1, 2, dan 3 sampai saat ini masih tetap diberlakukan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement