Rabu 29 Jun 2022 06:30 WIB

Turunnya Kasus HIV di AS Selama Pandemi Dianggap Kabar Buruk?

Kasus HIV di AS turun 17 persen selama pandemi.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Kasus HIV di AS turun 17 persen selama pandemi.
Foto: Flickr
Kasus HIV di AS turun 17 persen selama pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diagnosis kasus baru HIV di Amerika Serikat terpantau turun sebesar 17 persen selama tahun pertama pandemi Covid-19. Hal itu terungkap dari laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), namun para pakar tidak menganggapnya kabar baik.

Direktur divisi pencegahan HIV/AIDS (DHAP) di CDC, Demetre Daskalakis, menyoroti bahwa itu merupakan imbas dari pandemi. Bisa jadi, aturan lockdown di kala pandemi merebak artinya ada jauh lebih sedikit orang yang dites, termasuk kelompok paling berisiko.

Baca Juga

"Biasanya, kami merayakan penurunan 17 persen dalam diagnosis HIV. Namun, kami tahu bahwa sesuatu terjadi secara khusus pada tahun 2020 yang membuat penurunan 17 persen itu sekadar dampak Covid-19 pada tes HIV," kata Daskalakis.

Meskipun sekarang banyak orang bisa memesan alat tes HIV di rumah, itu tidak dapat mengompensasi hilangnya layanan tes HIV selama awal pandemi awal. Para ahli khawatir ribuan orang mungkin hidup dengan infeksi HIV yang tidak terdiagnosis. 

Sebelum pandemi, CDC memperkirakan lebih dari satu juta orang hidup dengan HIV di AS, tetapi sekitar 13 persen tidak menyadari itu. Tidak ada obat untuk HIV. Pengobatan dan perawatan hanya bisa membuat pengidapnya hidup sehat dalam jangka waktu lama. Setelah memulai pengobatan, orang yang hidup dengan HIV berpotensi dapat menghilangkan risiko menularkan virus kepada orang lain.

Laporan CDC menemukan bahwa beberapa kelompok yang paling berisiko HIV mengalami penurunan paling tajam dalam tingkat pengujian pada 2020. Data dihimpun dari tempat tes komunitas, fasilitas pemasyarakatan, dan pengaturan nonmedis yang menyediakan tes HIV.

Menurut laporan, tercatat penurunan 29 persen dalam tes HIV di antara gay, biseksual, dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Penurunan sebesar 47 persen terpantau di antara transgender. Ada juga penurunan 44-46 persen dalam pengujian di antara orang kulit hitam, Hispanik, dan Latin. Tiga etnis itu memiliki risiko HIV lebih tinggi, terlepas dari orientasi seksual atau identitas gendernya.

Daskalakis menjelaskan, temuan tersebut dapat diartikan bahwa beberapa orang tidak menyadari status HIV yang dimiliki. Kabar baiknya, saat ini sebagian besar layanan tes HIV telah kembali berjalan. Disampaikan Daskalakis, sekarang saat yang tepat untuk mendorong semua orang melakukan tes HIV.

Aturan CDC mengharuskan remaja dan orang dewasa berusia 13-64 tahun melakukan tes HIV setidaknya sekali seumur hidup. Mereka yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terpapar (termasuk orang yang aktif secara seksual dengan banyak pasangan) harus lebih sering dites, dikutip dari laman ABC News, Selasa (28/6/2022).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement