REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Potensi diversifikasi dan konservasi energi melalui sumber energi baru terbarukan (EBT) di Jawa Tengah sangatbesar. Untuk itu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah terus berupaya mewujudkan kemandirian energi melalui pemanfaatan EBT.
Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen mengungkapkan, Pertumbuhan penduduk, pembangunan dan semakin berkembangnya sektor industri membuat kebutuhan energi semakin meningkat di Provinsi Jawa Tengah.
Apabila tidak ada langkah tepat dalam mengelola energi, maka Jawa Tengah akan terjadi krisis energi di masa yang akan datang. Agar krisis tidak terjadi, perlu upaya diversifikasi dan konservasi energi melalui pemanfaatan sumber- sumber EBT.
Pemprov Jawa Tengah, jelasnya, sudah memiliki Perda Nomor 12 tahun 2018 tentang Rencana Umum Energi (RUE) Daerah. Diterbitkannya Perda ini bertujuan agar tercipta kebijakan energi daerah yang selaras dengan kebijakan energi nasional dan kebutuhan daerah.
Selain itu, regulasi tersebut juga diterbitkan sebagai dasar untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi daerah dan nasional, sekaligus menjadi upaya Pemprov Jawa Tengah dalam meningkatkan pemanfaatan potensi EBT.
"Potensi EBT di Jawa Tengah, sangat besar, salah satunya energi surya," ungkapnya, di sela melepas tim Jelajah Energi Jawa Tengah 2022, di halaman kantor Gubernur Jawa Tengah, di Kota Semarang, Selasa (28/6).
Secara geografis, jelas Taj Yasin, wilayah Provinsi Jawa Tengah berada di daerah khatulistiwa yang letak astronomisnya berada pada 100 Lintang Selatan. Sehingga Jawa Tengah memiliki intensitas penyinaran surya 3,5 kwh/m2/hari sampai 4,67 kwh/m2/hari.
Dengan intensitas paparan sinar matahari tersebut, seluruh wilayah Jawa Tengah sangat potensial dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Di luar potensi tenaga surya, Jawa Tengah juga memiliki potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik berkapasitas kurang lebih 386,32 megawatt (Mw).
Seperti di Kabupaten Banjarnegara, Banyumas, Purbalingga, Brebes, Pemalang, Pekalongan, Kendal, Kebumen, Wonosobo, Temanggung, Klaten, Magelang, Cilacap, Purworejo, Boyolali, Wonogiri, Kabupaten Semarang dan Kota Semarang.
Di luar itu masih ada potensi panas bumi yang secara hipotetik diperkirakan mencapai 2.500 Mw atau 5,7 persen dari seluruh cadangan nasional sebesar 29.000 Mw.
"Pemanfaatan energi panas bumi yang sudah operasional di dataran tinggi Dieng dengan kapasitas kurang lebih sebesar 1 x 60 Mw (5,1 persen) dari kapasitas total nasional yang sebesar 1.189 Mw," jelas wagub.
Pengembangan energi dari fosil menuju energi non fosil, tambahnya, juga terus didorong dan dilakukan dengan memanfaatkan kotoran ternak, dan limbah pabrik tahu untuk biogas sebagai pengganti LPG.
Masyarakat Jawa Tengah disebut wagub sangat antusias dalam memanfaatkan energi ini. Buktinya dapat dilihat pada pengembangan biogas di Boyolali dan Wonogiri. Melalui stimulus di beberapa demplot oleh pemerintah daerah dan organisasi non pemerintah.
"Karena masyarakat pada akhirnya mau mengembangkan secara mandiri energi terbarukan tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi sebagai pengganti LPG," tandas Taj Yasin.
Sebelum melepas tim Jelajah Energi, wagub berkesempatan menjajal sepeda motor listrik United produk domestik bersama dengan Sekda Provinsi Jawa Tengah, Sormarno dan GM PT PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Tengah dan DIY, Irwansyah Putra, di halaman kantor gubernuran.
Sementara itu mewakili Institute for Essential Services Reform (IESR), Manager Program Akses Energi Berkelanjutan, Marlistya Citraningrum mengungkapkan, IESR dua tahun bekerja di Pemprov Jawa Tengah.
Ia melihat dalam hal pemanfaatan sumber EBT di Jawa Tengah telah memanfaatkan dengan sumber yang cukup beragam. "Karena itu, kegiatan seperti jelajah energi ini sangat penting untuk mrngangkat cerita baik tentang pemanfaatan EBT," tegasnya.