REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan Negeri Kanguru mempertimbangkan membuka kembali kedutaan besar di Kiev. Tampaknya Australia ingin bergabung dengan beberapa sekutu yang mengoperasikan kembali kedutaan besarnya usai sempat menarik duta besar ketika Rusia menginvasi Ukraina.
"Kami ingin ada di lapangan untuk membantu dan mampu memberikan kehadiran di lapangan," kata Albanase sebelum pertemuan Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Madrid, Selasa (28/6/2022).
"Australia mempertimbangkan itu, saya akan menyampaikan lebih banyak dalam beberapa hari atau pekan," tambahnya.
Beberapa anggota NATO termasuk Amerika Serikat (AS) sudah memindahkan kembali kedutaan besar mereka di Ibukota Ukraina. Sebagai bentuk solidaritas usai Rusia menginvasi negara itu pada Februari lalu.
Rusia menyebut langkahnya itu sebagai "operasi militer khusus" untuk melucuti senjata Ukraina dan melindungi pengguna bahasa Rusia dari fasis. Kiev dan sekutu-sekutunya di Barat mengatakan tuduhan fasis tak mendasar dan Rusia menggelar perang tanpa provokasi.
Albanase juga mengecam serangan rudal Rusia ke pusat perbelanjaan Ukraina di Kota Kremenchuk yang jauh dari garis pertempuran. Serangan itu menewaskan setidaknya 18 orang.
"Ini target sipil, ini menegaskan kekejaman dilakukan dalam perang ilegal agresi Rusia dan mengapa ini harus dihentikan," kata Albanese yang diundang bersama anggota non-NATO lainnya dalam pertemuan 29 dan 30 Juni.
Australia merupakan kontributor non-NATO terbesar pada upaya Barat mendukung Ukraina. Sydney memasok bantuan dan perangkat pertahanan dan melarang ekspor bijih alumina dan aluminium termasuk bauksit dari Rusia. Negara itu juga telah memberlakukan sanksi pada ratusan entitas dan individu Rusia.