Rabu 29 Jun 2022 08:42 WIB

Mengapa Ada Banyak Subvarian Omicron? Ini Penjelasan Para Ahli

Omicron diketahui memiliki banyak subvarian dibandingkan varian sebelumnya.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nora Azizah
Omicron diketahui memiliki banyak subvarian dibandingkan varian sebelumnya.
Foto: Pixabay
Omicron diketahui memiliki banyak subvarian dibandingkan varian sebelumnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua subvarian omicron baru, BA.4 dan BA.5 pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan antara Januari dan Februari lalu. Menurut perkiraan terbaru Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), subvarian itu meningkat di Amerika Serikat, dengan 34,9 persen dari semua kasus Covid-19 baru di AS, bahkan BA.5 menymbang 23,5 persen.

Munculnya subvarian ini merupakan peningkatan cepat untuk subvarian. Sebab, pada awal Mei, BA.4 dan BA.5 hanya mencakup sekitar satu persen saja dari semua kasus Covid-19. Mengapa ada begitu banyak versi omicron? 

Baca Juga

Direktur asosiasi bioinformatika dan penyakit menular di Helix, Shishi Luo mengatakan, subvarian delta tidak mendominasi seperti omicron yang subvariannya dominan dalam populasi. Virus selalu bermutasi dan menghasilkan varian baru, tetapi kebanyakan tidak diketahui.

Virus melakukan itu untuk beradaptasi dengan lingkungan dan menyebar lebih efisien. Ketika para ilmuwan mengidentifikasi salah satu varian yang melakukan cukup banyak mutasi hingga menyebabkan penyakit, mereka memberinya nama baru. 

Jika garis keturunan baru muncul yang bukan keturunan dari cabang utama, maka komunitas ilmiah mengklasifikasikannya sebagai varian baru, atau menamainya setelah huruf Yunani. Jika garis keturunan baru tampaknya terkait erat dengan varian yang ada, maka dianggap sebagai subvarian.

"Itulah mengapa kami terus menggunakan nomenklatur BA untuk subvarian omicron. Karena kita dapat melihat di ‘pohon’ bahwa mereka lebih mirip dengan varian BA.1 daripada garis keturunan lain yang ada,” kata Luo dilansir Health, Rabu (29/6/2022).

Para ilmuwan percaya bahwa SARS-CoV-2 mungkin mempercepat laju evolusinya dalam waktu singkat untuk mengakumulasi mutasi dan memunculkan subvarian baru. Para peneliti di University of Melbourne yang mempelajari pola akselerasi ini membandingkan perilaku ini dengan para pelari maraton yang kadang-kadang mendapat manfaat dari sprint pendek. Terkait omicron, ilmuwan belum menyimpulkan kejelasan terkait banyaknya subvarian. 

“Jumlah mutasi yang dimiliki omicron asli lebih tinggi daripada yang diantisipasi siapa pun, mengingat jumlah waktu SARS-CoV-2 telah ada. Namun, sejak itu, saya tidak berpikir ada lompatan besar dalam sub-garis keturunan omicron dalam hal jumlah mutasi,” ujar Luo.

Kemampuan subvarian omicron mengungguli subvarian sebelumnya sebagian besar bergantung pada kemampuan mereka untuk menghindari kekebalan dari infeksi, dan imunisasi sebelumnya. Sebuah studi dari awal Mei melihat kemampuan subvarian BA.4 dan BA.5 untuk menghindari kekebalan dari infeksi BA.1 sebelumnya (baik dengan dan tanpa vaksinasi). Kemampuan kedua subvarian untuk menghindari kekebalan, maka munculnya BA.4 dan BA.5 yang dapat mengakibatkan gelombang infeksi baru.

Analisis terbaru yang dilakukan Helix juga melihat kemampuan subvarian omicron menghindari kekebalan sebelumnya, bahkan infeksi oleh subvarian omicron lain. Peneliti mengidentifikasi 788 peserta yang memiliki infeksi ulang Covid-19 selama gelombang omicron BA.2 (April dan Mei 2022). Dari peserta itu, 146 juga telah terinfeksi virus selama gelombang BA.1 (Januari dan Februari 2022). Data ini menunjukkan infeksi omicron sebelumnya tidak sepenuhnya melindungi dari subvarian omicron lainnya.

Meskipun vaksin tidak menjanjikan perlindungan penuh terhadap infeksi atau infeksi ulang dari virus SARS-CoV-2, tapi vaksin masih efektif dalam melindungi orang dari penyakit parah. Menurut sebuah studi Maret 2022 yang diterbitkan di BMJ, tiga dosis vaksin mRNA itu 86 persen efektif dalam mencegah rawat inap rumah sakit terkait omicron.

"Kemanjuran vaksin melawan kematian masih cukup kuat, yang berarti Anda melihat lebih banyak infeksi, tetapi Anda melihat lebih sedikit orang yang dirawat di rumah sakit dan lebih sedikit orang yang meninggal," kata seorang profesor kedokteran terkemuka di Division of Infectious Diseases at Emory University School of Medicine, Carlos del Rio.

Sejauh ini, subvarian omicron menyebabkan penyakit yang tidak terlalu parah dibandingkan varian sebelumnya pada umumnya. Ketika membandingkan subvarian yang berbeda satu sama lain, maka gejalanya cukup homogen.

Apakah fakta SARS-CoV-2 telah berevolusi menjadi subvarian baru omicron alih-alih menghasilkan varian yang sama sekali baru merupakan kabar baik atau buruk? Itu belum jelas.

"Hal yang sulit tentang ini adalah menggunakan apa yang terjadi di masa lalu belum terbukti sangat berguna dalam memprediksi masa depan," ujar Luo.

Salah satu kemungkinannya, yakni virus akan terus berubah, tetapi tidak menyebabkan penyakit lebih parah, seperti yang terjadi pada omicron dan berbagai subvariannya. Sulit juga untuk mengekstrapolasi data dari negara lain untuk mencoba memprediksi apa yang akan terjadi di AS.

Di Afrika Selatan, misalnya, subvarian BA.4 dan BA.5 menyebabkan lonjakan baru Covid-19, tetapi gelombang itu lebih sederhana dari yang sebelumnya . Namun, di Portugal yang juga memiliki gelombang BA.4 dan BA.5, terjadi lonjakan kasus dan kematian akibat Covid-19.

“Anda harus berasumsi bahwa kedua skenario bisa terjadi di AS dan setiap wilayah berbeda," kata Luo.

Menurut del Rio, kemunculan subvarian omicron yang cepat berarti bahwa Covid-19 kemungkinan akan tetap ada, setidaknya untuk sementara waktu. 

"Kami akan terus terinfeksi, dan akan menjadi sangat umum orang akan terinfeksi ulang. Mudah-mudahan, jika Anda divaksinasi dan di-booster, Anda tidak akan sakit parah,” ujar del Rio.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement