REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat jumlah praktik bidan yang teregistrasi berkurang drastis dalam kurun waktu setahun, dari 2021 ke 2022. Kendati demikian, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, mengatakan, bidan tetap berkontribusi penting dalam upaya percepatan penurunan stunting.
"Bidan tetap berkontribusi penting dalam upaya percepatan penurunan stunting," ujar Hasto dalam siaran pers, Selasa (28/6/2022).
Jumlah praktik bidan mandiri yang teregister di BKKBN mengalami penurunan, yakni pada 2021 sebanyak 40.293 menjadi 14.386 pada 2022. Hasto juga merinci, jika dibandingan dengan negara-negara lain, jumlah bidan di Indonesia masih sangat rendah yakni 3,81 per 1.000 penduduk. Sementara di negara lain mencapai 23 per seribu penduduk.
"Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para bidan dalam memberikan pelayanan di masyarakat," jelas dia.
Hasto memberikan apresiasi kepada seluruh bidan di Tanah Air atas kerja samanya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap Keluarga Berencana (KB) Pasangan Usia Subur (PUS) dan penurunan angka stunting di Indonesia.
Atas peran bidan, total angka kesuburan total tahun 2021 turun dari 2,4 persen menjadi 2,24 persen melalui Pelayanan Serentak Sejuta Akseptor (PSA). "Selain itu kehamilan usia 15-19 tahun juga menurun dari 20,25 per seribu yang sebelumnya mencapai 24 per seribu," kata dia.
Dia menyampaikan, kebutuhan KB yang tidak terpenuhi memang membutuhkan peran bidan yang lebih lagi. Dengan begitu, pasangan yang sebetulnya tidak ingin punya anak tapi belum bergerak KB dapat meningkat di masa pandemi.
"Karena itu kita fokus ke KB usai persalinan sebagai peran bidan dan menurunkan stunting,” kata Hasto.
Melihat semua itu, BKKBN memiliki sejumlah strategi dalam menurunkan angka stunting melalui pemeriksaan kesehatan pra nikah, asupan makanan bergizi bagi ibu hamil, hingga seribu hari pertama kelahiran.
Selain itu faktor lainnya adalah perbaikan sanitasi serta ekosistem lainnya seperti kemiskinan dan pendidikan. Untuk itu pula, kata Hasto, BKKBN bersama para bidan akan terus memberikan pendampingan dan edukasi kepada keluarga berisiko stunting.
Dia juga menitip pesan kepada para bidan untuk terus melakukan kampanye terkait jarak kelahiran. Sebab, data statistik memperlihatkan adanya hubungan erat antara stunting dengan jarak usia kelahiran yang terlalu dekat.
“Tekad kita bersama teman-teman bidan meskipun masyarakat masih miskin tapi bisalah kalau didampingi dengan baik anaknya lahir berat badan 2,5 kilogram dan panjang 48 centimeter maka tidak stunting. Target kita akan seperti itu sehingga jadi bagian inkubasi yang kita rekayasa sehingga outputnya tidak stunting,” ujar dia.
Mantan Bupati Kulonprogo itu merinci, masih ada tujuh provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi tinggi stunting di atas 30 persen. Provinsi-provinsi itu, antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Barat, Aceh, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Papua, Gorontalo.
Sementara lima provinsi lain memiliki risiko stunting lantaran jumlah penduduknya yang banyak, antara lain, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara.
“Kami tentu titip di wilayah-wilayah lain untuk dipertahankan agar tidak sampai kemudian angkanya meningkat tapi harus turun sampai 14 persen," kata dia.
"Kalau angka-angka ini bisa menjadi sasaran di 12 provinsi maka ini menjadi skenario untuk 2024 menuju angka penurunan stunting 14 persen," sambung Hasto.