REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan, sanksi Barat terhadap Rusia hanya akan berakhir ketika Presiden Rusia Vladimir Putin menerima bahwa tujuannya di Ukraina tidak berhasil. Hingga kini, pasukan Rusia dilaporkan masih membombardir wilayah Ukraina.
"Semua sanksi yang kami berikan atas Krimea masih ada. Semua sanksi yang kami kenakan karena pemberontakan yang dipicu Rusia di Donbas masih ada. Hal yang sama akan berlaku untuk keputusan yang diambil sekarang, yang jauh lebih parah,” kata Olaf Scholz pada konferensi pers penutupan KTT G7 tiga hari di Jerman, seperti dikutip laman Aljazirah, Rabu (29/6/2022).
"Hanya ada satu jalan keluar bagi Putin yakni untuk menerima bahwa rencananya di Ukraina tidak akan berhasil," imbuhnya.
Scholz mengatakan serangan roket di pusat perbelanjaan di Kremenchuk adalah bukti Putin mempertahankan agresi brutalnya. "Kita tidak berada dalam situasi di mana kita bisa melihat akhirnya," ujarnya.
Negara-negara Barat memberikan sanksi kepada Rusia atas invasinya ke Ukraina. Pada Selasa Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah menambahkan lima perusahaan di Cina ke daftar hitam perdagangan karena diduga mendukung pangkalan industri militer dan pertahanan Rusia.
Departemen Perdagangan AS, yang mengawasi daftar hitam, mengatakan perusahaan yang ditargetkan telah memasok barang ke entitas yang menjadi perhatian Rusia sebelum invasi 24 Februari. Pihaknya mengatakan, bahwa mereka terus mengontrak untuk memasok entitas Rusia yang terdaftar dan pihak yang terkena sanksi.
Badan tersebut juga menambahkan 31 entitas lain ke daftar hitam dari negara-negara yang mencakup Rusia, UEA, Lithuania, Pakistan, Singapura, Inggris, Uzbekistan, dan Vietnam. Dari total 36 perusahaan yang ditambahkan, 25 memiliki operasi yang berbasis di Cina.
"Tindakan hari ini mengirimkan pesan yang kuat kepada entitas dan individu di seluruh dunia bahwa jika mereka berusaha mendukung Rusia, Amerika Serikat juga akan menghentikan mereka," kata Wakil Menteri Perdagangan untuk Industri dan Keamanan Alan Estevez dalam sebuah pernyataan.
Rusia telah berulang kali membantah menargetkan wilayah sipil dalam operasi militer khusus di Ukraina yang berlangsung sejak Februari. PBB mengatakan sedikitnya 4.700 warga sipil telah tewas sejak Rusia menginvasi Ukraina.
Putin juga berulang kali mengatakan, bahwa alasan Kremlin melancarkan operasi militer khusus adalah untuk melindungi penutur bahasa Rusia di Donbas dari penganiayaan dan serangan oleh Ukraina. Ukraina dan Barat mengatakan, Rusia melancarkan perang tanpa alasan karena melawan negara berdaulat. Kiev menuduh klaim Rusia atas penganiayaan penutur bahasa Rusia adalah dalih tak berdasar untuk invasi. Konflik di Ukraina timur dimulai pada 2014 setelah Rusia mencaplok Krimea, ketika pasukan yang didukung Rusia memerangi angkatan bersenjata Ukraina.