REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyesalkan terjadinya kasus penganiayaan anak berusia 5 bulan oleh ibu kandungnya di Surabaya, Jawa Timur. Bahkan penganiayaan ini hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan telah melakukan klarifikasi dan koordinasi dengan Pemkot Surabaya terkait dugaan kekerasan fisik terhadap anak berusia 5 bulan hingga korban meninggal dunia. "Kami turut berduka cita dan menyesalkan kejadian kekerasan terhadap anak yang justru dilakukan oleh orang terdekat korban, yaitu ibu kandungnya," kata Nahar, di Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Menurut Nahar, orang tua seharusnya menerapkan pengasuhan berbasis hak anak untuk memenuhi kebutuhan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan anak secara berkelanjutan. Hal ini diperlukan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. "Kasus penganiayaan ini menunjukkan masih adanya anak yang tidak mendapatkan pemenuhan hak dan pengasuhan yang layak dari orang tuanya," ujar Nahar.
Lebih lanjut, Nahar menilai perlu adanya kesiapan mental para orang tua sebelum memiliki anak agar dapat membentuk keluarga yang berkualitas. Pada 2016, KemenPPPA menginisiasi pembentukan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga.
"Pembelajaran diberikan oleh tenaga profesional, yaitu psikolog dengan meningkatkan kapasitas orang tua, keluarga, atau orang lain yang bertanggung jawab terhadap anak dalam mengasuh dan melindungi anak," ujar Nahar.
Terkait kasus penganiayaan bayi di Kota Surabaya, Pemerintah Daerah melalui DP3APPKB Kota Surabaya telah melakukan koordinasi intens dengan Kepolisian Sektor (Polsek) Wonocolo terkait penanganan hukum kasus penganiayaan tersebut. Saat ini tersangka telah ditahan dan ditetapkan sebagai terduga pelaku yang akan dijerat dengan pasal Pasal 76 c jo pasal 80 ayat 4 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014.
Selain itu, DP3APPKB Kota Surabaya telah melakukan penjangkauan terhadap keluarga, yaitu nenek korban untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan. "Hal ini mengingat terduga pelaku masih memiliki seorang anak laki-laki berusia 1,5 tahun," ucap Nahar.
Nahar mengungkapkan kejadian penganiayaan terhadap anak ini tidak diketahui oleh keluarga, termasuk suami terduga pelaku lantaran sedang dalam pelayaran. Berdasarkan informasi yang didapatkan, suami terduga pelaku merupakan pelajar sekolah pelayaran dan berusia 22 tahun.
"Kami mengapresiasi keberanian nenek korban dan lingkungan sekitarnya untuk melaporkan kasus kekerasan yang terjadi. Masyarakat dapat melaporkan kasus kekerasan yang dilihat atau dialaminya kepada pihak yang berwenang," imbau Nahar.