REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data terbaru yang dirilis pada hari Selasa (28/6/2022), sekitar seperempat populasi dunia menghadapi ancaman banjir ekstrem. Setiap tahun, banjir yang disebabkan oleh hujan deras dan gelombang badai mempengaruhi jutaan orang.
Banjir menghancurkan rumah, infrastruktur, dan bisnis bernilai miliaran dolar. Bahaya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya populasi yang terpapar pada perubahan iklim. Perubahan iklim membuat curah hujan semakin meningkat dan kenaikan permukaan laut.
Studi baru, yang dirilis dalam jurnal Nature Communications, meneliti data global tentang bahaya banjir yang disebabkan oleh curah hujan, sungai, dan laut serta distribusi populasi dan perkiraan kemiskinan Bank Dunia.
Terbukti bahwa lebih dari 1,81 miliar orang, atau 23 persen dari populasi dunia, secara langsung rentan terhadap banjir lebih dari 15 cm dalam banjir yang terjadi setiap 100 tahun sekali.
"Ini akan menimbulkan risiko yang signifikan terhadap kehidupan dan mata pencaharian, terutama kelompok populasi yang rentan," kata studi tersebut, dilansir dari Phys, Rabu (29/6/2022).
Menurut penelitian, mayoritas orang yang terkena banjir tinggal di negara berpenghasilan rendah atau menengah. Penelitian ini juga sampai pada kesimpulan bahwa lebih banyak orang yang berisiko dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Menurut penelitian, aktivitas ekonomi global senilai 9,8 triliun dolar AS atau sekitar 12 persen dari PDB dunia pada tahun 2020, terkonsentrasi di tempat-tempat yang rentan terhadap bencana banjir.
Namun, mereka memperingatkan bahwa hanya berfokus pada nilai moneter dapat menyebabkan bias yang menguntungkan negara-negara berpenghasilan tinggi dan pusat-pusat ekonomi.
“Dengan memperhitungkan tingkat kemiskinan dari populasi yang terpapar, kami melihat bahwa negara-negara berpenghasilan rendah secara tidak proporsional terpapar pada risiko banjir,” kata studi oleh Jun Rentschler dari Bank Dunia dan rekan-rekannya.