Kamis 30 Jun 2022 11:07 WIB

Rektor Paramadina Sebut Jokowi ke Ukraina dan Rusia Bawa Misi Damai

NATO merupakan akar dan sumber masalah konflik karena kerap unjuk kekuatan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Presiden Jokowi saat memberikan keterangan pers bersama Presiden Volodymyr Zelenskyy di Istana Maryinsky, Kiev, Ukraina, Rabu (29/6).
Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi saat memberikan keterangan pers bersama Presiden Volodymyr Zelenskyy di Istana Maryinsky, Kiev, Ukraina, Rabu (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Paramadina Prof Didik Junaidi Rachbini menganggap, kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Ukraina dan Rusia dengan membawa misi perdamaian merupakan harapan dan langkah awal agar bumi menjadi lebih damai dan jauh dari perang.

"Misi perdamaian Jokowi ke Ukraina dan Rusia merupakan secercah harapan dan langkah awal agar bumi lebih damai dan jauh dari perang," kata Didik dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (30/6/2022).

Dia menilai, upaya perdamaian tersebut patut mendapat apresiasi dan perlu dilanjutkan oleh jajaran menteri di Kabinet Indonesia Maju. Setelah bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin, misi perdamaian itu perlu dilanjutkan dalam kunjungan ke negara-negara besar di dalam G20, terutama China.

Baca: Viral Presiden Ukraina Dukung Israel Serang Palestina, Sekarang Negaranya Diinvasi Rusia

Peneliti senior Indef tersebut mengatakan, posisi kepemimpinan Indonesia dalam G20 memiliki nilai strategis dan menguntungkan bagi Jokowi dan Indonesia untuk berperan dalam mewujudkan dan menjaga perdamaian dunia. Didik menyebutkan, Jokowi juga perlu menyampaikan pidato di forum PBB untuk menyuarakan perdamaian dunia.

Selain itu, diplomasi ke pihak Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) juga perlu dilanjutkan lebih mendalam oleh para menteri Jokowi. Hal tersebut perlu dilakukan karena NATO merupakan akar dan sumber masalah konflik karena kerap unjuk kekuatan dan memunculkan misi yang mendominasi dunia.

"Ada keseimbangan yang tidak dijaga, dimana organisasi lainnya seperti NATO terus melebarkan sayap di masa damai yang justru dianggap ancaman bagi Putin. Ini akar masalah, sehingga untuk mendamaikannya tidak berada dalam posisi menyalahkan satu pihak dengan argumen apa pun, tetapi kemudian memberi pembenaran pada yang lain," jelas DIdik.

Selain itu, kata dia, misi perdamaian Jokowi merupakan lompatan bagi Indonesia untuk tampil kembali di gelanggang internasional yang berisiko berkonflik. Didik juga menyinggung, melalui Presiden Soekarno, Indonesia pernah menengahi konflik ideologi antara dunia Barat dan Timur. Selanjutnya, pada era Presiden Soeharto, sambung dia, Indonesia berperan mendamaikan konflik ideologi di Asia Tenggara dan Timur Tengah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement