Kamis 30 Jun 2022 15:13 WIB

IMF Diskusikan Fasilitas Dana Tambahan untuk Sri Lanka

Pernyataan IMF meningkatkan harapan Sri Lanka dapat mengatur keuangan publiknya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Buruh menunggu untuk mendapatkan pekerjaan di pasar grosir di Kolombo, Sri Lanka, Minggu, 26 Juni 2022. Warga Sri Lanka telah mengalami kekurangan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya selama berbulan-bulan karena cadangan devisa negara yang semakin menipis dan utang yang menumpuk, diperparah oleh pandemi dan masalah jangka panjang lainnya.
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Buruh menunggu untuk mendapatkan pekerjaan di pasar grosir di Kolombo, Sri Lanka, Minggu, 26 Juni 2022. Warga Sri Lanka telah mengalami kekurangan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya selama berbulan-bulan karena cadangan devisa negara yang semakin menipis dan utang yang menumpuk, diperparah oleh pandemi dan masalah jangka panjang lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pihaknya tengah menjalin diskusi konstruktif dan produktif dengan otoritas Sri Lanka. Mereka membahas mengenai kebijakan ekonomi dan reformasi yang akan didukung oleh pengaturan fasilitas dana tambahan IMF.

"Diskusi akan berlanjut secara virtual dengan maksud untuk mencapai kesepakatan tingkat staf tentang pengaturan EFF (Extended Fund Facility/Fasilitas Dana Tambahan) dalam waktu dekat," kata IMF dalam sebuah pernyataan yang dirilis Kamis (30/6/2022).

Baca Juga

Pernyataan IMF meningkatkan harapan bahwa Sri Lanka yang tengah dilanda krisis dapat mengatur keuangan publiknya dan meyakinkan kreditur. Pekan lalu Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan, perekonomian negaranya telah sepenuhnya kolaps. “Ekonomi kami benar-benar runtuh,” ujarnya, Rabu (22/6/2022), dikutip laman ABC News.

Wickremesinghe mengungkapkan, situasi yang dihadapi negaranya lebih serius dari sekadar kekurangan bahan bakar, gas, listrik, dan makanan. Dia mengatakan, saat ini Sri Lanka tidak bisa lagi mengimpor bahan bakar minyak (BBM), bahkan jika dibayar tunai. Hal itu karena perusahaan minyak negara tersebut memiliki utang yang membengkak. 

Menurut Wickremesinghe, pemerintah kehilangan kesempatan untuk mengubah keadaan. “Kami sekarang melihat tanda-tanda kemungkinan jatuh ke titik terendah,” ucap tokoh yang turut merangkap jabatan sebagai menteri keuangan tersebut.

Awal pekan ini Sri Lanka memutuskan menangguhkan penjualan BBM untuk layanan tidak penting. Penangguhan bakal berlangsung hingga dua pekan ke depan. “Kabinet menteri memutuskan untuk mengeluarkan BBM hanya untuk layanan penting mulai tengah malam hari ini (Senin, 27 Juni) hingga 10 Juli,” kata juru bicara kabinet Sri Lanka Bandula Gunawardane, Senin lalu. 

Layanan penting yang dimaksud pemerintah Sri Lanka adalah sektor kesehatan, pertanian, dan transportasi pangan. Penguncian parsial turut diterapkan di negara tersebut. Pemerintah mendesak semua lembaga sektor publik dan swasta mengizinkan para pegawainya bekerja dari rumah hingga 10 Juli mendatang.

Sri Lanka sudah memutuskan menaikkan harga BBM sebesar 12-22 persen pada Ahad (26/6/2022) lalu. Kenaikan harga pada Mei telah mendorong inflasi di negara tersebut ke 45,3 persen atau tertinggi sejak 2015. Meskipun pasokan menipis dan harga telah naik, warga tetap mengantre di pom-pom bensin. Antrean mengular hingga berkilo-kilometer.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement