Kamis 30 Jun 2022 23:55 WIB

Pakistan Serukan Pelonggaran Sanksi Barat terhadap Afghanistan

Mengisolasi Afghanistan secara ekonomi bisa mendorong negara tersebut ke keruntuhan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Hina Rabbani Khar, Menteri Luar Negeri Pakistan menyerukan pelonggaran sanksi Barat terhadap Afghanistan. Mengisolasi Afghanistan secara ekonomi bisa mendorong negara tersebut ke keruntuhan ekonomi.
Foto: AP/Gian Ehrenzeller/Keystone
Hina Rabbani Khar, Menteri Luar Negeri Pakistan menyerukan pelonggaran sanksi Barat terhadap Afghanistan. Mengisolasi Afghanistan secara ekonomi bisa mendorong negara tersebut ke keruntuhan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Pakistan menyerukan pelonggaran sanksi Barat terhadap Afghanistan yang kini berada di bawah pemerintahan Taliban. Islamabad menilai, fungsi dasar ekonomi Afghanistan tidak boleh terancam.

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman, Welt, yang diterbitkan Kamis (30/6/2022), Menteri Luar Negeri Pakistan Hina Rabbani Khar mengungkapkan, mengisolasi Afghanistan secara ekonomi bisa mendorong negara tersebut ke keruntuhan ekonomi.

Baca Juga

“Jika negara tetap terkunci dari perbankan internasional dan aset asingnya tetap dibekukan, maka itulah yang akan terjadi. Kita tidak boleh mempromosikan kelaparan,” ucapnya.

Menurut Khar, penarikan pasukan Barat dari Afghanistan tahun lalu menimbulkan dampak serius karena tidak didahului solusi yang dinegosiasikan. Terkait hal ini, dia menyerukan Jerman memainkan peran politik aktif dalam mengurangi sanksi.

“Dalam situasi saat ini, bukanlah ide yang baik untuk terus membuat Afghanistan kelaparan dan mengambil risiko ledakan ekonomi di negara itu,” kata Khar, seraya menambahkan bahwa dukungan ekonomi diperlukan untuk membantu rakyat Afghanistan.

“Bagaimana mungkin kita menghabiskan 3 triliun dolar AS untuk perang, tetapi hari ini bahkan tidak memiliki 10 miliar dolar AS untuk kelangsungan hidup Afghanistan? Saya tidak mengerti perilaku ini,” ujar Khar menambahkan.

Saat ini Afghanistan tengah dilanda krisis kemanusiaan multidimensi. Krisis di sana memburuk sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus tahun lalu. Menurut PBB, saat ini lebih dari separuh populasi Afghanistan, yakni sekitar 24 juta warga, menghadapi kekurangan makanan parah. Sekitar 1 juta balita berpotensi meninggal akibat kelaparan akhir tahun ini.

Pada Rabu (22/6/2022) pekan lalu, Afghanistan diguncang gempa 6,1 skala richter. Lebih dari 1.150 orang tewas akibat bencana tersebut. Di tengah krisis demikian, Taliban telah meminta komunitas internasional mencabut sanksi dan mencairkan aset yang sedang dibekukan milik Afghanistan.

“Imarah Islam meminta dunia untuk memberikan hak paling dasar kepada warga Afghanistan, yakni hak mereka untuk hidup dan itu melalui pencabutan sanksi serta pencairan aset kami, dan juga pemberian bantuan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Taliban Abdul Qahar Balkhi saat diwawancara Reuters, Sabtu (25/6).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement