REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menyoroti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang menjadi polemik. Menurut Herry, RKUHP yang menjadi polemik harus segera dievaluasi oleh Pemerintah maupun DPR.
"Tentunya perlu evaluasi segera, RKUHP ini jangan sampai diputuskan padahal masih berpolemik, masih ada pro dan kontra yang membuat publik tak sejalan dengan hal ini," kata Herry dalam keterangan pers pada Jumat (1/7/2022).
Lebih lanjut, Herry menyayangkan pemerintah yang kurang transparan ke publik soal RKUHP yang segera disahkan oleh DPR tersebut. Sebab draft RKUHP itu tak kunjung bisa diakses oleh publik.
"Sejauh ini transparansi kurang ke publik, draft RKUHPnya pun tak bisa diakses ini yang jadi persoalan mendasar. Artinya kebutuhan publik untuk akses soal ini sebenarnya agar terang benderang," ujar Herry.
Selain itu, Herry meminta Pemerintah tak perlu terburu-buru mengesahkan RKUHP jika masih berpolemik. Apalagi RKUHP merupakan aturan hukum yang amat penting dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
"RKUHP ini fundamental dan penting bagi masyarakat sehingga dalam memutuskannya pun Pemerintah tidak perlu grasah-grusuh, baiknya lebih memikirkan suasana kebatinan publik saat ini," ucap Herry.
Herry juga mengamati bahwa beberapa pasal seperti pasal penghinaan Presiden berpotensi menjadi alat serang rezim atas kritikan publik.
"Publik itu khawatir juga misalnya pasal penghinaan Presiden dan lembaga lainnya itu bisa dijadikan alat serang rezim terhadap para pengkritik jika terminologi dan batasannya pun tak jelas," tutur Herry.
Di samping itu, Herry menduga RKUHP yang disampaikan oleh Pemerintah cenderung memperlemah sistem anti korupsi di Indonesia. "RKUHP usulan Pemerintah kurang kuat ihwal anti korupsi padahal seyogianya materi ini juga krusial maka tentunya harus dikoreksi," kata Herry.