REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memprediksi laju inflasi sebesar 4,5 persen pada 2022. Hal ini dipengaruhi lonjakan harga komoditas global akibat disrupsi rantai pasok global dan perang antara Rusia dan Ukraina.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan laju inflasi pada tahun ini lebih tinggi dari target Bank Indonesia."Inflasi mengalami tekanan pada semester II 2022 kisaran 3,5 persen. Secara keseluruhan 2022 kisaran 3,5 persen sampai 4,5 persen," ujarnya saat Rapat Kerja dengan Badan Anggaran, Jumat (1/7/2022).
Menurutnya tekanan dari tingginya harga komoditas masih akan berlanjut pada semester II 2022, sehingga berpotensi memicu inflasi lebih tinggi dari batas atas sasaran. Sepanjang 2021, realisasi inflasi hanya 1,87 persen.
Meski demikian, Sri Mulyani memastikan pemerintah akan tetap menjaga momentum pemulihan ekonomi domestik yang masih kuat. Adapun sumber pertumbuhan ekonomi yakni konsumsi dan investasi, juga akan terus dijaga.
"Konsumsi rumah tangga sudah pulih, terlihat dari beberapa indikator seperti konsumsi listrik, impor bahan baku, dan barang modal, hingga indeks keyakinan konsumen," ucapnya.
Dari sisi investasi, lanjut Sri Mulyani, akan tumbuh tinggi. Meskipun ada kemungkinan investasi tergerus inflasi.
"Jadi dua sumber pertumbuhan ekonomi konsumsi dan investasi bisa terpengaruh oleh kondisi sekarang ini, kecenderungan inflasi tinggi dan menyebabkan interstraight naik," ucapnya.
Kemudian, menurutnya, peran dari APBN sebagai shock absorber diharapkan dapat mendukung terjaganya daya beli masyarakat dan terkendalinya laju inflasi.