Sabtu 02 Jul 2022 01:23 WIB

Co-firing, Jurus Jitu PLN Tekan Emisi dan Dongkrak Bauran Energi Bersih

Dari hasil co-firing, PLN dapat memproduksi listrik hijau setara 487 MWh

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
PLN menargetkan teknologi co-firing diterapkan di 35 PLTU, dengan total kebutuhan biomassa 450 ribu ton dan dapat menekan emisi CO2 340 ribu ton CO2. (ilustrasi).
Foto: portal.pln.co.id
PLN menargetkan teknologi co-firing diterapkan di 35 PLTU, dengan total kebutuhan biomassa 450 ribu ton dan dapat menekan emisi CO2 340 ribu ton CO2. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) gencar menerapkan teknologi substitusi baru bara dengan biomassa (co-firing) untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Hal ini menjadi bukti keseriusan PLN dalam mendukung upaya pemerintah menekan emisi karbon dan mempercepat pemenuhan bauran energi baru terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025.  

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan PLN telah menggunakan teknologi co-firing sejak 2020 silam. Hingga Mei 2022, sebanyak 32 PLTU sudah menerapkan co-firing ini. Dari hasil co-firing ini, PLN dapat memproduksi listrik hijau setara 487 MegaWatt hours (MWh).

Baca Juga

Implementasi co-firing juga mampu memberikan dampak penurunan emisi karbon sebesar 184 ribu ton CO2 dan gas rumah kaca per April 2022.

"Sebagai wujud nyata transformasi PLN melalui aspirasi Green, PLN terus meningkatkan bauran energi hijau dalam penyediaan listrik nasional. Dengan menerapkan co-firing, PLN dapat dengan cepat mengurangi emisi karbon dan peningkatan bauran EBT karena tidak perlu membangun pembangkit baru," tuturnya.

Pada tahun ini, PLN menargetkan teknologi co-firing diterapkan di 35 PLTU, dengan total kebutuhan biomassa 450 ribu ton dan dapat menekan emisi CO2 340 ribu ton CO2.

Jumlah ini akan meningkat lima kali lipat pada tahun depan, PLN memerlukan 2,2 juta ton biomassa. Kebutuhan biomassa akan terus meningkat hingga 10,2 juta ton pada 2025 sehingga dapat menekan emisi karbon sebesar 11 juta ton CO2 dan gas rumah kaca setiap tahunnya.

“Program ini ditargetkan rata-rata menggunakan 10-20 persen dari kapasitas PLTU PLN untuk co-firing atau ekuivalen sekitar 2.700 MW. Co-firing akan terus dilakukan PLN sampai paling tidak 52 titik PLTU bisa menggunakan teknologi ini pada 2025,” ungkapnya.

Dalam pelaksanaan co-firing, lanjut Darmawan, PLN Grup telah memanfaatkan limbah antara lain serbuk kayu atau sawdust, woodchip, bonggol jagung dan solid recovered fuel (SRF) dari sampah.

Untuk menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa, PLN telah mendapatkan kepastian pasokan dari sinergi BUMN, pemerintah daerah, swasta hingga masyarakat. "Saat ini, PLN telah mendapatkan dukungan kebutuhan biomassa dari 14 institusi maupun perusahaan di wilayah yang terdapat operasi pembangkitan," tuturnya.

Tak hanya itu, PLN juga mengajak masyarakat terlibat aktif dalam penanaman tanaman biomassa bahkan ada pula yang mengelola sampah rumah tangga di wilayahnya untuk dijadikan pelet sebagai bahan baku sehingga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi setempat.

Senada dengan hal tersebut, PLN bersama Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN akan menggelar seminar bioenergi bertema "Peningkatan Bauran EBT 23 persen melalui Keberlanjutan Pasokan Bahan Bakar Co-Firing dan Pembangkit Bioenergi", pada Kamis (30/6/2022). Dapat disaksikan melalui youtube https://s.id/SideEventG20, agenda ini akan menghadirkan pembicara dari berbagai bidang, di antaranya Akademisi IPB, Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSC, Akademisi UGM, Ir. Tumiran M.Eng. Ph,D dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Ir. Hadi Siswoyo, MM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement