Jumat 01 Jul 2022 16:29 WIB

Pemimpin Taiwan: Kebebasan Hong Kong Menghilang, China Gagal Penuhi Janjinya

Kebanyakan orang Taiwan tidak minat untuk diperintah oleh Beijing.

Presiden China Xi Jinping, kanan, mengucapkan sumpah kepada kabinet baru Kepala Eksekutif baru Hong Kong Carrie Lam yang sedang menjabat di Pusat Konvensi dan Pameran Hong Kong di Hong Kong pada 1 Juli 2017. Xi akan mengunjungi Hong Kong minggu ini untuk merayakan tanggal 25 peringatan kembalinya bekas jajahan Inggris tahun 1997 ke China, sebuah kantor berita negara mengatakan Sabtu, 25 Juni 2022, dalam perjalanan pertamanya di luar daratan sejak dimulainya pandemi coronavirus 2 1/2 tahun yang lalu.
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Presiden China Xi Jinping, kanan, mengucapkan sumpah kepada kabinet baru Kepala Eksekutif baru Hong Kong Carrie Lam yang sedang menjabat di Pusat Konvensi dan Pameran Hong Kong di Hong Kong pada 1 Juli 2017. Xi akan mengunjungi Hong Kong minggu ini untuk merayakan tanggal 25 peringatan kembalinya bekas jajahan Inggris tahun 1997 ke China, sebuah kantor berita negara mengatakan Sabtu, 25 Juni 2022, dalam perjalanan pertamanya di luar daratan sejak dimulainya pandemi coronavirus 2 1/2 tahun yang lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI  -- Kebebasan di Hong Kong "menghilang" dan China gagal memenuhi janjinya untuk tidak melakukan perubahan selama 50 tahun. Demikian ditegaskan pemimpin Taiwan Su Tseng-chang pada Jumat saat peringatan 25 tahun kembalinya Hong Kong ke China.

Presiden China Xi Jinping berada di Hong Kong untuk mengambil sumpah pemimpin barunya, mantan kepala keamanan John Lee yang mendapat sanksi dari Amerika Serikat atas perannya dalam menerapkan undang-undang keamanan nasional di sana.

Baca Juga

Kebanyakan orang di Taiwan yang diklaim China tidak menunjukkan minat untuk diperintah oleh Beijing, dan pemerintah Taiwan telah berulang kali menolak tawaran China mengenai "satu negara, dua sistem" untuk memerintah pulau itu, seperti halnya Hong Kong dan Makau.

Berbicara kepada wartawan di Taipei, Su mengatakan, janji-janji bahwa kehidupan akan berjalan seperti biasa di Hong Kong setelah serah terima tidak ditepati.

"Waktunya baru 25 tahun, dan di masa lalu janji 50 tahun tidak ada perubahan.'Tarian akan terus berlanjut dan kuda masih berlari' telah menghilang, dan bahkan kebebasan dan demokrasi telah lenyap," tambahnya.

"Kami juga tahu bahwa kami harus berpegang teguh pada kedaulatan, kebebasan, dan demokrasi Taiwan," tambah Su.

Seperti diketahui, protes antipemerintah di Hong Kong, diikuti dengan tindakan keras dan penerapan undang-undang keamanan nasional yang keras telah dikutuk secara luas di Taiwan yang demokratis.

Beijing dan pemerintah Hong Kong mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk memulihkan stabilitas kota.

Inggris mengembalikan Hong Kong ke pemerintahan China pada 1 Juli 1997, di bawah formula "satu negara, dua sistem" yang menjamin otonomi luas dan independensi peradilan yang tidak terlihat di China daratan.

Kritik terhadap pemerintah, termasuk negara-negara Barat, menuduh pihak berwenang menginjak-injak kebebasan itu, yang ditolak Beijing dan Hong Kong.

China telah meningkatkan tekanan militer dan politiknya untuk membuat Taiwan menerima kedaulatan China. Pemerintah Taiwan mengatakan hanya rakyat pulau itu yang dapat memutuskan masa depan mereka.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement