REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menegaskan telah ada fatwa terkait pelaksanaan ibadah qurban saat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang memuat beberapa hal termasuk hewan qurban bergejala klinis ringan sah untuk qurban. Hal itu disampaikan dalam diskusi virtual Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diikuti di Jakarta pada Jumat (1/7/2022).
Amirsyah menjelaskan MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Qurban Saat Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). "Dalam fatwa itu setidaknya ada empat hal yang perlu kita identifikasi terkait PMK ini," ujar Amirsyah.
Berdasarkan fatwa tersebut, hewan kurban dianggap sah jika dalam keadaan yang sehat dan berada dalam keadaan terbaik. Namun, jika ada yang memperlihatkan gejala klinis ringan dilihat dari kondisi kaki dan mulut dari hewan itu maka masih diperbolehkan untuk qurban. "Intinya gejalanya masih ringan, itu masih boleh, sah untuk qurban," tuturnya.
Namun ketika hewan mulai memperlihatkan gejala berat seperti kurus, tidak memiliki nafsu makan, dan tidak bisa berdiri maka tidak boleh jadi hewan qurban. Selain itu, jika hewan qurban tersebut sakit tapi diberikan vaksin dan kemudian sembuh dalam rentang 10-13 Dzulhijah atau Hari Tasyrik maka dinyatakan sebagai qurban yang sah.
"Jadi tadinya sudah sakit tapi ketika diobati dia sembuh, sah untuk qurban. Sebaliknya, kalau tidak sembuh maka tidak boleh," kata Amirsyah.
Akan tetapi ketika hewan ternak yang sakit kemudian sembuh di luar Hari Tasyrik maka tidak sah sebagai hewan qurban dan menjadi sedekah biasa.