REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH -- Kepala hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak pihak berwenang Taliban pada Jumat (1/7) untuk menghormati hak-hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.
Michelle Bachelet mengatakan pada debat Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa bahwa perempuan-perempuan Afghanistan menghadapi kelaparan, kekerasan dalam rumah tangga, pengangguran, pembatasan pergerakan dan pakaian. Mereka juga kekurangan akses ke pendidikan saat sekolah menengah untuk 1,2 juta anak perempuan telah berhenti.
“Perempuan dan anak perempuan mengalami kemunduran paling signifikan dan paling cepat. Masa depan mereka akan lebih gelap, kecuali ada sesuatu yang berubah, dengan cepat,” kata Bachelet seperti dilansir dari Arab News, Jumat (1/7).
Taliban merebut kekuasaan ketika pasukan internasional yang telah mendukung pemerintah pro-Barat ditarik mundur. Pengambilan mereka atas ibu kota Kabul menandai berakhirnya perang 20 tahun yang berasal dari invasi AS yang menggulingkan pemerintah Taliban sebelumnya.
Bachelet mengatakan pihak berwenang Taliban yang dia temui selama kunjungan ke Kabul pada Maret, mengatakan mereka akan menghormati kewajiban hak asasi manusia sejauh mereka konsisten dengan hukum syariah Islam (versi Taliban).
Namun Bachelet tetap mengecam pengucilan progresif perempuan dan anak perempuan dari ruang publik. Dia mendesak Taliban untuk menetapkan tanggal yang pasti untuk membuka kembali sekolah untuk anak perempuan dan menghapus pembatasan gerakan dan pakaian perempuan.
Richard Bennett, pelapor khusus hak asasi manusia di Afghanistan, mengkritik pernikahan paksa dan pernikahan anak serta pembatasan pada pakaian, pergerakan dan pekerjaan bagi perempuan.
“Terlepas dari jaminan publik dari Taliban bahwa mereka akan menghormati hak-hak perempuan dan anak perempuan, mereka memulai kembali langkah demi langkah diskriminasi terhadap karakteristik perempuan dan anak perempuan dari masa jabatan mereka sebelumnya dan yang tidak ada bandingannya secara global dalam kebencian dan penindasannya,” katanya.
Ketika Bennett mengunjungi Afghanistan pada bulan Mei, wakil juru bicara Taliban membantah masalah hak asasi manusia