Sabtu 02 Jul 2022 16:47 WIB

Menko PMK Harap RUU KIA Dukung Percepatan Penurunan Stunting

Menko PMK sambut baik disepakatinya RUU KIA jadi inisiatif DPR.

Red: Ratna Puspita
Ilustrasi. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyambut baik telah disepakatinya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi inisiatif DPR untuk dibahas bersama pemerintah.
Foto: dok. Humas Kemenko PMK
Ilustrasi. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyambut baik telah disepakatinya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi inisiatif DPR untuk dibahas bersama pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyambut baik telah disepakatinya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi inisiatif DPR untuk dibahas bersama pemerintah. Muhadjir berharap, RUU KIA akan mendukung upaya percepatan penurunan prevalensi kekerdilan atau stunting.

"Kemenko PMK menyambut baik disepakatinya RUU KIA jadi inisiatif DPR," kata Menko PMK ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu (2/7/2022).

Baca Juga

Pada saat ini, kata dia, pemerintah menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2024. Artinya, prevalensi kekerdilan atau stunting harus turun sebesar tiga persen per tahun.

"Prevalensi stunting saat ini sebesar 24,4 persen sementara Presiden menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2024,” kata dia.

Program percepatan pemberantasan stunting selama ini telah berjalan dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting sebagai payung hukum. Dia menambahkan, jika nantinya RUU KIA telah disahkan menjadi undang-undang maka akan makin mengoptimalkan lagi upaya percepatan penurunan prevalensi kekerdilan.

Dia menjelaskan bahwa berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita. "Kenapa program penurunan stunting ini penting, karena periode 1.000 hari pertama kehidupan merupakan periode emas guna memastikan perjalanan generasi penerus Indonesia," katanya.

Dalam draft RUU KIA, terdapat usulan mengenai masa cuti hamil bagi ibu melahirkan yakni paling sedikit enam bulan seperti tertulis dalam pasal 4 ayat (2) huruf a dalam RUU tersebut. Usulan perpanjangan masa cuti ibu hamil tersebut diharapkan akan mendukung program pemenuhan ASI eksklusif pada bayi sebagai salah satu upaya mencegah masalah kekerdilan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement