Sabtu 02 Jul 2022 22:47 WIB

Temu Ulama Taliban Minta Imarah Islam Afghanistan Diakui, Tetapi Tetap Abaikan Perempuan

Pertemuan nasional ulama Afghanistan minta sanksi dicabut dan dana dicairkan

Ilustrasi wanita Afghanistan. Pertemuan nasional ulama Afghanistan minta sanksi dicabut dan dana dicairkan
Foto: AP Photo/Ebrahim Noroozi
Ilustrasi wanita Afghanistan. Pertemuan nasional ulama Afghanistan minta sanksi dicabut dan dana dicairkan

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Pertemuan nasional yang digelar Taliban berakhir pada Sabtu (2/7/2022). Hasil pertemuan tersebut menyatakan bahwa Taliban meminta pemerintah asing untuk secara resmi mengakui pemerintahan mereka di Afghanistan. 

Tetapi, pertemuan nasional pertama itu tidak membuat sinyal perubahan pada tuntutan internasional seperti pembukaan sekolah menengah bagi anak perempuan.

Baca Juga

Ekonomi Afghanistan telah jatuh ke dalam krisis karena pemerintah Barat telah membekukan dana cadangan bank sentral dan sanksi yang ketat.

Dunia internasional menyerukan kepada Taliban agar mengubah kebijakan tentang hak asasi manusia, terutama perempuan.   

"Kami meminta negara-negara regional dan internasional, terutama negara-negara Islam untuk mengakui Imarah Islam Afghanistan, melepaskan semua sanksi, mencairkan dana (bank sentral), dan memberikan dukungan dalam pembangunan Afghanistan," kata seorang peserta pertemuan itu tanpa menyebut nama.

Pemimpin tertinggi Taliban Afghanistan, Haibatullah Akhundzada, bergabung dengan para pemimpin agama dari seluruh negeri di Kabul pada Jumat (1/7/2022). Akhundzada hadir dalam sebuah pertemuan nasional yang dihadiri oleh lebih dari 3.000 peserta. 

Setelah menerima janji kesetiaan dari para peserta dengan mengangkat tangan, Akhundzada mengucapkan selamat atas kemenangan Taliban. 

Kelompok ini mengambil alih Afghanistan pada Agustus tahun lalu, ketika pasukan asing yang dipimpin Amerika Serikat (AS) meninggalkan Kabul setelah berperang selama 20 tahun. 

"Keberhasilan jihad Afghanistan tidak hanya menjadi kebanggaan bagi warga Afghanistan, tetapi juga bagi umat Islam di seluruh dunia," kata Akhundzada yang dikutip Bakhtar News Agency, dengan menggunakan kata Arab yang berarti perjuangan spiritual.   

Setidaknya satu peserta dalam pertemuan itu menyerukan agar sekolah menengah untuk anak perempuan kembali dibuka. 

"Mereka akan belajar dan akan menjadi panduan yang baik bagi anak-anak mereka di masyarakat," kata Sayed Nassrullah Waizi dari Provinsi Bamiyan.  

Pada Maret Taliban membatalkan pembukaan kembali sekolah bagi anak perempuan. Taliban mengatakan, sekolah akan tetap ditutup sampai sebuah rencana disusun sesuai dengan hukum Islam. 

Pengumuman Taliban ini membuat para siswa perempuan menangis karena mereka sangat ingin kembali ke sekolah. Keputusan ini juga menuai kecaman dari lembaga kemanusiaan, kelompok hak asasi, dan diplomat. 

Baca juga: Pengadilan Tinggi India: Hinaan Nupur Sharma Terhadap Nabi Kacaukan Seluruh Negeri

Wakil kepala Taliban dan penjabat Menteri Dalam Negeri, Sirajuddin Haqqani, mengatakan dunia menuntut pemerintah dan pendidikan yang inklusif. Menurutnya, masalah tersebut membutuhkan waktu. 

"Pertemuan ini adalah tentang kepercayaan, dan interaksi, kita di sini untuk membuat masa depan sesuai dengan Islam dan untuk kepentingan nasional," ujar Haqqani. 

Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan Taliban akan menghormati keputusan yang dibuat dalam pertemuan itu tetapi keputusan akhir tentang pendidikan anak perempuan diserahkan pada pemimpin tertinggi.   

 

sumber : Reuters/AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement