REPUBLIKA.CO.ID,KABUL -- Pertemuan anggota Taliban yang terdiri dari ribuan pemimpin agama dan etnis laki-laki berakhir pada Sabtu (2/6/2022). Hasil dari pertemuan ini meminta pemerintah asing untuk secara resmi mengakui pemerintahan Afghanistan saat ini.
"Kami meminta negara-negara regional dan internasional, terutama negara-negara Islam ... untuk mengakui Imarah Islam Afghanistan ... melepaskan semua sanksi, mencairkan dana (bank sentral) dan dukungan dalam pembangunan Afghanistan," kata peserta pertemuan itu dalam sebuah pernyataan.
Ekonomi Afghanistan telah jatuh ke dalam krisis karena pemerintah Barat telah menarik dana dan sanksi yang ditegakkan secara ketat. Barat mengatakan pemerintah Taliban perlu mengubah haluan tentang hak asasi manusia, terutama hak perempuan.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi pemerintah, sejumlah kecil peserta mengangkat pendidikan anak perempuan dan perempuan. Wakil pemimpin dan menteri dalam negeri Taliban Sirajuddin Haqqani mengatakan, dunia telah menuntut pemerintah dan pendidikan inklusif dan masalah ini akan memakan waktu. Namun pemimpin tertinggi Taliban Haibatullah Akhundzada mengatakan orang asing tidak boleh memberi perintah.
Pemimpin yang biasanya berbasis di selatan kota Kandahar ini menyampaikan pidato dengan memberi selamat kepada para peserta atas kemenangan Taliban saat membuka pertemuan pada hari kedua pertemuan, Jumat (1/7). Dia menggarisbawahi kemerdekaan negara itu.
Pernyataan akhir pertemuan itu mengatakan, pertahanan Imarah Islam adalah wajib dan ISIS berada di balik beberapa serangan di negara itu merupakan kelompok ilegal. Mereka berjanji tidak akan mengganggu negara-negara tetangga dan begitu pula sebaliknya dengan negara lain tidak boleh ikut campur di Afghanistan.
Sumber: