REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) masih melakukan seleksi hakim ad hoc yang bakal menyidangkan perkara pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat Paniai 2014. Terdapat hampir 200 orang yang mendaftar dalam proses seleksi tersebut.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Sobandi menjelaskan syarat pendaftar yaitu berusia 45 hingga 65 tahun, memiliki latar belakang hukum, dan berpengalaman di bidang hukum minimal selama 15 tahun. Secara khusus, MA mengharapkan kandidat hakim memiliki keahlian khusus tentang pelanggaran HAM berat atau hukum HAM internasional
"Jumlah pendaftar keseluruhan adalah 188 orang, terdiri dari 148 laki-laki, dan 40 perempuan," kata Sobandi kepada Republika.co.id, Ahad (3/7).
Sobandi tak merinci latar belakang para pendaftar yang sudah melengkapi berkas. Hanya saja, mereka terdiri dari advokat, akademisi, TNI, ASN, mantan hakim ad hoc tipikor, karyawan swasta, Pejabat Publik dan pensiunan ASN. "Mereka belum terpilih karena masih ada proses lanjutan," ujar Sobandi.
Sobandi juga menyebut Panitia Seleksi (Pansel) sudah menuntaskan rapat akhir terkait pendaftaran yang ditutup pada Kamis lalu. Pansel telah mengambil beberapa keputusan menyangkut nama-nama yang terpilih ke proses berikutnya. "Keputusan akhir akan diumumkan di hari Senin 4 Juli sore," ucap Sobandi.
Selain itu, Sobandi menerangkan hakim ad hoc yang terpilih nantinya tidak akan terikat pekerjaan penuh waktu. Sebab MA akan menerapkan sistem penugasan detasering.
"Artinya, Hakim Ad Hoc tidak akan ditempatkan permanen di pengadilan, tetapi hanya akan dipanggil ketika ditugaskan atau ada perkara. Larangan rangkap jabatan juga hanya diharuskan ketika sedang memeriksa atau mengadili perkara," kata Sobandi.
Sebelumnya, tim penuntutan pelanggaran HAM berat di Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyatakan berkas perkara tersangka IS terkait peristiwa Paniai Berdarah 2014 lengkap, atau P-21. Tim penuntutan segera menyusun dakwaan dan selanjutnya akan membawa kasus tersebut ke Pengadilan HAM.
Dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai ini, penyidik pada Jampidsus, menetapkan IS sebagai tersangka tunggal, Jumat (1/4/2022). IS adalah anggota militer yang menjabat sebagai perwira penghubung saat peristiwa Paniai Berdarah terjadi 2014 lalu.
Tersangka IS dituding bertanggungjawab atas jatuhnya empat korban meninggal dunia, dan 21 orang lainnya luka-luka dalam peristiwa demonstrasi di Paniai. Mengacu rilis resmi, tim penyidik, menjerat IS dengan sangkaan Pasal 42 ayat (1) juncto Pasal 9 huruf a, juncto Pasal 7 huruf b UU 26/200 tentang Pengadilan HAM.