REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional-Badan Riset dan Inovasi Nasional (Lapan-BRIN), Prof Thomas Djamaluddin menyampaikan pandangan soal perbedaan Hari Idul Adha 1443 H antara Indonesia dan Arab Saudi.
Thomas menjelaskan, perbedaan penetapan Hari Idul Adha antarkawasan tersebut disebabkan oleh perbedaan dasar rujukan. Kerajaan Saudi mendasarkan murni pada rukyat. Sedangkan pemerintah Indonesia mendasarkan pada rukyat dan hisab.
"Ada yang sekadar mengikuti Arab Saudi dan ada yang berdasarkan ketampakan hilal setempat," tutur dia kepada Republika.co.id, Ahad (3/7/2022).
Faktor lainnya, menurut Thomas, yakni perbedaan ketampakan hilal antarkawasan yang juga bisa terjadi. Sebab, semakin ke barat, hilal semakin tinggi. Sehingga tidak menutup kemungkinan, saat Maghrib di kawasan timur seperti Indonesia belum terlihat, di kawasan barat seperti Arab Saudi hilal sudah terlihat.
"Saat posisi bulan rendah di kawasan timur, maka perbedaan tidak terelakan karena bumi kita bulat. Pada saat posisi bulan terlalu rendah di kawasan timur, perbedaan juga bisa terjadi karena perbedaan kriteria," jelasnya.
Misalnya, Thomas mengungkapkan, pada Idul Adha 1436 H/2015 M, keputusan itsbat pemerintah Indonesia sama dengan Kerajaan Arab Saudi. Ini karena hilal pada saat itu tidak teramati, sehingga Hari Idul Adha ditetapkan pada 24 September 2015. Muhammadiyah dengan kriteria wujudul hilalnya menetapkan Idul Adha 2015 pada 23 September.
"Ibadah didasarkan pada keyakinan. Dan ketika terjadi perbedaan, sikap terbaik adalah mengikuti keyakinan diri sendiri, tanpa mempermasalahkan pendapat yang berbeda," kata Thomas menanggapi perbedaan Hari Idul Adha tahun ini.
Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Dzulhijjah 1443 Hijriyah jatuh pada Jumat (1/7/2022). Dengan demikian, Hari Raya Idul Adha 1443 H jatuh pada Ahad (10/7/2022). Ketetapan waktu Idul Adha di Indonesia berbeda dengan Arab Saudi. Arab Saudi menetapkan 10 Dzulhijjah 1443 Hijriyah jatuh pada Sabtu (9/7/2022).