REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Jawa Barat, merekomendasikan Jaksa Penuntut Umum untuk memeriksakan kejiwaan Muhamad Umar ke psikiater dalam kasus pemalsuan identitas terdakwa Rahmat Sulistyo alias Icha (20). "Sebab, pernyataan yang disampaikan Umar saat persidangan kasus pemalsuan identitas di PN Bekasi, hari ini, Senin (13/6), tidak masuk akal," kata anggota majelis hakim, Barita Lumban Gaol, usai sidang.
Menurut dia, Umar yang berstatus sebagai saksi dalam kasus tersebut menyampaikan jawaban yang tidak konsisten, seakan ada sesuatu yang ditutup-tutupi sehingga banyak hal yang masih menjadi pertanyaan. Hal senada diungkapkan ketua majelis hakim, Matauseja Erna. Menurut dia, kejanggalan utama yang dipermasalahkan adalah ketidakpedulian Umar melakukan hubungan intim secara anal dengan Rahmat selama enam bulan berumah tangga. "Itu hal yang abnormal untuk dilakukan, kecuali memang saksi penyuka sesama jenis," katanya.
Namun demikian, kata dia, majelis hakim kesulitan membuktikan kesaksian Umar. Sebab sepanjang persidangan, Umar bersikeras tak mengetahui bahkan menaruh curiga sedikit pun bahwa sang istri yang dinikahinya itu sesungguhnya seorang pria. "Aneh, masa iya justru masyarakat yang curiga, padahal saksi tiap malam tidur seranjang dengan terdakwa. Tak mungkin kalau mengaku tak mau tahu profil tubuh istrinya atau tak sanggup membedakan vagina dengan dubur," katanya.
Dalam sidang itu juga terungkap bahwa, keduanya pernah berhubungan badan dengan cara yang sama. Menurut hakim, hal Itu membuktikan Umar tak bermasalah dengan hal itu dan untuk kepastiannya diperlukan pernyataan medis dari psikiater.
Menanggapi hal itu, Kuasa Hukum Terdakwa, Nouval Al Rasyid, menyambut baik rekomendasi majelis hakim untuk melibatkan psikiater. Alasannya, hal itu berpotensi meringankan hukuman terhadap terdakwa.
"Kalau dua-duanya memang terbukti mengalami gangguan kejiwaan, maka terdakwa harus dibebaskan dari tuntutan penjara tujuh tahun," katanya.