REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta agar kasus bentrokan di SMA 6 Jakarta jangan dipolitisasi menjadi bentrokan antara siswa versus wartawan.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, semua yang terlibat dalam kejadian tawuran di SMA 6 Jakarta tersebut adalah korban.
“Siapa pun oknumnya, mereka semua korban dari situasi masyarakat kita yang terus mempertontonkan kekerasan, mulai orang tua sampai elit politik,” kata Arist melalui sambungan telepon kepada Republika, Rabu (21/9).
Arist melanjutkan, cara orang tua sampai elit politik menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan, berimbas pada perilaku anak-anak, siswa, dan para pekerja media dalam kehidupan sehari-hari mereka. Arist tak ingin mencari siapa yang salah dan siapa yang benar dalam kasus tawuran di SMA 6 Jakarta. Biarlah penegak hukum yang melakukan proses pembuktian dan penyelidikan kasus tawuran tersebut.
“Kami lebih menyoroti soal adanya unsur kekerasan dalam cara siswa dan wartawan menyelesakan masalah, ini lebih pada cara mereka meniru apa yang dilihat dan didoktrinkan kepada mereka,” papar Arist.
Lebih jauh Arist mengimbau perlunya dilakukan satu rekonsiliasi nasional anti kekerasan untuk menyelesaikan kasus-kasus konflik di negeri ini. Para tokoh politisi, organisasi masyarakat, dan tokoh agama harus berembuk mencari solusi bersama.
“Semua pihak harus berupaya menghentikan budaya kekerasan karena ini masalah pergeseran nilai dan masalah kita bersama,” ucap Arist.