REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masalah tembakau dan rokok masih menjadi polemik yang tak kunjung usai di Indonesia.
Tulus Abadi, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengatakan presiden dan DPR telah melakukan suatu pelanggaran kepatutan pergaulan internasional.
Pelanggaran ini disebabkan karena Indonesia tidak menandatangani kebijakan pengaturan tembakau, Frameworks Convention on Tobacco Control (FCTC) yang telah disepakati oleh 170 negara di dunia.
Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik yang tidak ikut menandatangani FCTC. "Tidak ditandatanganinya FCTC menandakan bahwa pemerintah belum serius menanggulangi bahaya tembakau di Indonesia," kata Tulus, saat menyampaikan memori kasasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (3/10).
Tulus menyampaikan memori kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta Nomor: 449/PDT/2010/PT.DKI dalam perkara Nomor: 204/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst tanggal 1 April 2009. Putusan ini salah satunya membahas tentang kasus belum diratifikasinya FCTC oleh Presiden dan DPR-RI.
YLKI bersama Forum Kota Jakarta (Fakta) dan Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) merasa keberatan terhadap putusan itu. Putusan yang mengatakan bahwa presiden dan DPR sudah melaksanakan kewajiban dalam menerapkan kewajiban pengendalian tembakau di Indonesia, menurut mereka harus ditinjau ulang.
Tulus yang mewakili tiga pihak yang mengajukan keberatan terhadap keputusan itu, meminta kepada Mahkamah Agung (MA) agar membatalkan putusan PT DKI yang telah disahkan sebulan lalu. Ia juga meminta kepada presiden dan DPR untuk segera mengesahkan Undang-Undang tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan, selambat-lambatnya enam bulan dari sekarang.