REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI – Jumlah kasus korupsi di Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi meningkat dua kali lipat. Hal itu dijelaskan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Bekasi, Andre Abraham, Jumat (7/10).
Berdasarkan data Kejari Bekasi, tahun ini pihaknya menangani sekitar 10 kasus korupsi di pemerintahan setempat. Jumlah itu meningkat dibanding tahun lalu yang hanya lima kasus
Andre mengatakan, sejumlah kasus korupsi yang ditangani tahun ini dibagi dari tiga kasus yang sudah sampai tahap vonis, tiga lagi siap disidangkan—termasuk yang melibatkan Staf Ahli Walikota Bekasi, tiga masih dalam tahap penyidikan, dan satu dalam proses persidangan. "Memang cukup signifikan peningkatannya. Karena semangatnya pun baru terasa tahun ini," kata Andre.
Dari 10 kasus tersebut, kalangan birokrat dan swasta berimbang dalam hal keterlibatan. Namun, dari kalangan instansi, Dinas Bina Marga dan Tata Air yang paling tinggi potensi korupsinya.
Menurut Andre, hal itu karena di instansi tersebut terdapat banyak proyek. "Yang terlibat korupsi bisa pegawainya atau pengusaha, terkait pemenangan proyek tertentu," ujarnya.
Meski jumlah kasus yang ditangani Kejari mengalami peningkatan, bukan berarti pihaknya tidak menemukan kesulitan dalam mengungkap kasus tersebut. Andre mengatakan, minimnya peran serta masyarakat merupakan salah satu alasannya.
Sejauh ini, kata dia, laporan dari masyarakat cukup banyak. Namun, yang dapat ditindaklanjuti tidak banyak. Motif mereka yang melapor dominan berupa balas dendam karena gagal mendapatkan proyek. Bukan murni karena ingin memerangi korupsi.
Selain itu, yang juga menjadi kendala adalah sulitnya mengakses dokumen dan data pelengkap lain untuk mendukung pengungkapan. "Sempitnya kewenangan yang dimiliki kejaksaan membuat pemilik dokumen enggan begitu saja memperlihatkan, apalagi menyerahkan data yang dibutuhkan," jelas Andre.