REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mediasi Komisi Informasi Pusat (KIP) terhadap sengketa informasi antara Indonesian Corruption Watch (ICW) dengan Rektor Universitas Indonesia (UI), batal dilaksanakan. KIP terpaksa menunda mediasi ini hingga sepekan ke depan.
Alasannya, baik pihak Rektor UI, yang diwakili oleh Sekretaris UI, Prof Dr I Ketut Surajaya maupun ICW yang diwakili beberapa aktivis 'Save UI' selaku penggugat tidak dilengkapi surat kuasa. Sementara surat resmi yang menyatakan masing- masing sebagai pihak yang ditunjuk untuk melakukan mediasi, menjadi persyaratan.
"Kita akan kembali pekan depan dengan surat sesuai permintaan pihak KIP," ungkap penggagas Save UI, Ade Armando kepada wartawan, di kantor KIP, kompleks Gedung ITC, Jakarta Pusat, Rabu (14/3).
Pihak penggugat, jelas Ade, akan memenuhi ketentuan administrasi ini pada proses mediasi yang dijadwalkan KIP akan kembali digelar pekan depan. Hal yang sama juga disampaikan wakil Rektor UI, I Ketut Surajaya yang dikonfirmasi terpisah.
"Prinsipnya kami siap menghormati ketentuan dengan memenuhi kelengkapan surat kuasa ini. Sehingga proses mediasi tidak tertunda kembali," ujar Surajaya.
Ia mengaku dalam mediasi oleh KIP inipun, sedianya pihak UI tak akan mempersulit apapun informasi yang dibutuhkan oleh ICW. Hanya saja, ia juga mengaku tidak semua informasi yang diminta dapat diberikan saat itu juga setelah permohonan diajukan.
Data dan informasi itu memang tidak dibawanya pada jadwal mediasi di KIP, karena jumlahnya juga tak sedikit. Tapi Surajaya mengakui jika pihaknya tak akan pernah mempersulit permohonan ICW ini. "Ada informasi yang prosesnya masih berjalan dan ini tidak bisa serta- merta diberikan," tambahnya.
Sebelumnya, mediasi ini merupakan tindak lanjut dari laporan ICW kepada KIP, terkait dengan permohonan keterbukaan informasi publik yang ternyata tidak dikabulkan oleh pihak UI. Mediasi ini mendasarkan pada laporan yang diajukan ICW yang merasa tak mendapatkan hak publik yang dilindungi UU ini.
Terkait permohonan keterbukaan informasi yang dilaporkan ini, selanjutnya menjadi kewenangan KIP. Hal ini terkait gugatan ini memenuhi unsur sengketa informasi. Proses berikutnya KIP pun menggelar mediasi bagi kedua belah pihak --pihak terlapor dan pelapor-- agar persoalan keterbukaan informasi publik ini dapat diselesaikan tanpa tahap ajudikasi.
Kasus ini mengemuka setelah Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri, mengajukan permohonan keterbukaan informasi publik kepada Rektor UI sejak 3 Oktober 2011 lalu. Permohonan ini disampaikan setelah ICW dan Save UI menemukan kejanggalan dalam pengelolaaan keuangan UI.
Misalnya seperti dugaan gratifikasi perjalanan dinas rektor ke luar negeri serta dugaan ketidakberesan dalam tender gedung perpustakaan dan pembangunan boulevard di kompleks kampus UI. Namun keterbukaan informasi yang sangat diharapkan oleh ICW ini tidak lengkap dan pihak Rektor UI terkesan menutup- nutupi dengan memberikan data yang kurang valid.
Adapun terhadap kasus- kasus dugaan korupsi dan penyimpangan yang terjadi di UI ini, juga tengah mendapatkan perhatian serius dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).