REPUBLIKA.CO.ID,
KARAWANG -- Petani garam di Desa Muara Baru, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat tak bisa menikmati lonjakan harga garam. Pasalnya, sejak dua bulan terakhir mereka berhenti produksi, karena curah hujan yang turun sangat tinggi.
Suparlan (46), petani garam, mengatakan, ketika musim hujan datang petani tak bisa memproduksi garam. Sebab, kata dia, proses pembuatan garam menggunakan sinar matahari. Jadi, saat musim penghujan petak-petak garam dibiarkan kosong.
"Musim hujan merupakan musim paceklik bagi kami," kata Suparlan, Kamis (5/1).
Saat ini, harga garam di pasaran sangat tinggi. Bisa mencapai Rp 1.200 sampai Rp 1.300 per kilogram. Akan tetapi, petani tidak bisa menikmati harga tersebut. Karena, apa yang mau di jual, produksi saja tidak. Yang saat ini meraup untung besar adalah bandar garam yang memiliki modal besar. Saat panen garam, bandar membeli dengan harga murah ke petani. Jika panen raya, paling tinggi harga garam hanya Rp 200 per kilogram.
Setelah dibeli dengan harga murah, bandar lalu menyimpan garam tersebut di gudang. Ketika harganya mahal seperti saat ini bandar langsung melepasnya ke pasaran. Dengan begitu, petani tetap gigit jari.