REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Penolakan terus diperlihatkan terkait kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mensyaratkan publikasi jurnal ilmiah mahasiswa S1, S2 dan S3 sebagai syarat kelulusan. Penolakan itu disampaikan sejumlah lembaga mahasiswa di Kota Bandung.
Kepala Bidang Eksternal Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) Laksito Hedi di Bandung, Rabu (15/2), mengatakan, kebijakan Dikti tersebut dinilai terlalu prematur dan terkesan terburu-buru.
"Memang usulannya sih bagus, tapi bagi mahasiswa S1 tidak pas karena memang tidak siap, selama belajar kami tidak dipersiapkan untuk membuat riset tapi hanya belajar konseptual, beda dengan S2 dan S3 yang memang dipersiapkan untuk itu," tuturnya.
Dia mengatakan, kebijakan tersebut membuat mahasiswa resah dan khawatir karena nantinya akan semakin sulit untuk lulus kuliah terlebih rencananya kebijakan tersebut diberlakukan pada Agustus 2012.
"Hal ini terlalu prematur, mahasiswa S1 dimanapun saya kira tidak akan siap dengan kewajiban ini. Lain halnya kalau memang sudah disiapkan jauh-jauh hari, tidak terburu-buru seperti sekarang ini," kata Laksito.
Alangkah baiknya, imbuh dia, jika sebelum memberlakukan kebijakan baru tersebut, pemerintah lebih memfokuskan diri kepada peningkatan kualitas riset perguruan tinggi di Indonesia. Pihaknya menilai, hal tersebut masih menjadi kekurangan sehingga dosen juga tidak hanya disibukkan dengan proyeknya sendiri-sendiri.
"Coba kita lihat selama ini apakah dana riset yang ada sudah memadai, lebih baik tingkatkan saja dulu itu. Selain itu juga melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan misalnya laboratorium dan lain-lain. Intinya tingkatkan dulu kualitas perguruan tinggi," katanya.
Presiden Mahasiswa Institut Teknologi Telkom (IT) Achyar Al Rasyid mengatakan, kebijakan Dikti tersebut merupakan bentuk pengekangan kepada mahasiswa.
"Dampaknya mahasiswa jadi tersekat-sekat , hanya sibuk mengurusi urusan perkuliahan saja. Sehingga tidak bisa bersatu untuk kegiatan lain, berbagai syarat dilakukan menjauhkan mahasiswa dari sosial dan politik," ujarnya.
Al Rasyid juga menilai, adanya upaya untuk memanfaatkan segala cara sehingga bisa mengurangi gerak gerik mahasiswa termasuk membuat mahasiswa betah di kelas dengan mensyaratkan makalah. "Untuk nantinya kami hanya akan sibuk di kelas," katanya.