REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menahan kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Kendari RE (47) dan Sekretaris Kota Kendari AM (52), Rabu malam, berkaitan dengan kasus pengadaan tanah.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Sultra Asrul Alimina di Kendari, Rabu, mengatakan bahwa penahanan tersangka di Rutan Punggolaka Kelas II A Kendari semata-mata untuk proses penegakan hukum.
"Jaksa melakukan penahanan demi proses hukum. Tidak ada tendensi lain. Jaksa bekerja profesional berdasarkan fakta hukum," kata Alimina. Menurut dia, penyidik berwenang menahan tersangka atas alasan kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan, dan mempengaruhi saksi.
Tersangka diduga kuat merugikan keuangan negara karena membayar ganti rugi tanah untuk perluasan kantor Gubernur Sultra kepada 29 orang yang hanya memiliki surat keterangan pengolahan.
"Sertifikat adalah surat kepemilikan tanah yang sah menurut hukum. Sedangkan surat keterangan pengolahan tidak termasuk dalam kategori alas hak yang sah," katanya.
Pemerintah Provinsi Sultra mengalokasikan anggaran pengadaan tanah untuk pembangunan kantor Gubernur Sultra tahun anggaran 2010 sebesar Rp2,3 miliar.
Lazimnya dalam kegiatan pembebasan tanah, pemerintah penguasa objek yakni Pemerintah Kota Kendari mengangkat panitia sembilan untuk memproses secara teknis pengadaan tanah dimaksud.
Tim sembilan yang diketuai Sekretaris Kota Kendari dan kepala BPN sebagai sekretaris tim mengadakan pendataaan tanah dengan luas yang direncanakan 46.731 m2. Tanah seluas 46.731 m2 tersebut tercatat dimiliki atau dikuasai 31 orang dengan harga jual Rp 50.000/m2.
Namun, penyidik menilai hanya dua pemilik yang wajar mendapatkan ganti rugi dari pemerintah karena memiliki bukti kepemilihan yang sah berupa setifikat.
Sebanyak 29 orang dengan nilai ganti rugi Rp 2,1 miliar tidak pantas karena hanya memiliki surat keterangan pengolahan.
"Dua pemilik tanah bersertifikat dengan nilai ganti rugi Rp150 juta tidak merugikan negara. Sedangkan 29 orang dengan nilai ganti rugi Rp2,1 miliar diduga kuat merugikan negara," kata Kajati Sultra.
Penyidik telah meminta keterangan sebanyak 30 saksi dan tidak tertutup kemungkinan ada tambahan tersangka dalam kasus tersebut.