REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI - Royalti yang diperoleh dari sektor pertambangan umum tidak sebanding dengan biaya perbaikan jalan yang rusak akibat dilewati kendaraan pengangkut hasil tambang itu. Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi, Syahrasaddin, Rabu, mengatakan, royalti pertambangan umum yang didapat Provinsi Jambi setiap tahunnya hanya Rp10 miliar, sementara biaya perbaikan jalan yang rusak akibat dilalui kendaraan angkutan tambang mencapai Rp300 miliar.
"Tidak seimbangnya biaya perbaikan jalan dengan royalti membuat pemerintah daerah lebih serius untuk mengalihkan angkutan tambang ke jalur sungai," katanya. Ia mengatakan ke depan tidak ada pilihan lain untuk menekan dan mencegah kerusakan jalan. Sarana transportasi air satu-satunya yang harus digunkan perusahaaan tambang untuk mengangkut produksinya menuju pelabuhan atau ambang luar.
Di Provini Jambi, dahulu 80 persen sektor ekonomi dan transportasi digerakkan air, tetapi kini fungsi air dilupakan. Provinsi Jambi kecuali Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, sembilan daerah tingkat dua lainnya dialiri sungai besar yang bermuara ke sungai Batanghari yang bisa digunakan untuk jalur transportasi.
Sungai sungai tersebut sangat potensial untuk dijadikan sarana transportasi angkutan barang, terutama komoditi pertambangan dan perkebunan dalam jumlah besar. Lagipula Biaya perawatan dan perbaikan sungai juga jauh lebih kecil dibanding biaya perawatan jalan, hanya saja pemerintah harus menyiapkan dermaga atau kantong penumpukan barang di pinggir sungai.
"Di sejumlah kabupaten sudah dirancang pembangunan dermaga barang, dan nantinya menuju dermaga itu juga akan dibangun jalan khusus dari tambang atau perusahaan, supaya tidak menggtanggu jalur lalu lintas umum," kata Syahrasaddin.