REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Delapan aktivis tergabung dalam Persatuan Rakyat Nusa Tenggara Barat, yang menggelar aksi mogok makan sejak Jumat pagi, menginap di depan kantor PT Newmont Nusa Tenggara perwakilan Mataram, Jalan Sriwijaya.
Para aktivis Persatuan Rakyat Nusa Tenggara Barat (PR NTB) yang menutup mulutnya dengan plester itu tetap bertahan menolak perpanjangan izin pembuangan tailing (limbah pertambangan) ke Teluk Senunu, Kabupaten Sumbawa Barat.
Para aktivis itu bertahan dalam kondisi cuaca dingin dan hanya berteduh di bawah tenda yang diterangi beberapa nyala lilin.
Massa PR NTB yang menggelar aksi mogok makan tersebut merupakan gabungan dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Serikat Tani Nasional (STN), Lembaga Advokasi Rakyat untuk Demokrasi (LARD), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) dan Kajian Muda Sumbawa Barat (KamuS-B) dengan koordinator Ahmad Rifa`i.
Sejumlah aparat kepolisian dari Polres Mataram, juga masih melakukan penjagaan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Dalam pernyataan sikap, Ahmad Rifa`i menilai pembuangan tailing ke perairan laut Sumbawa Barat akan selalu mengandung risiko yang besar bagi lingkungan.
Ia mengatakan, dibuang ke darat pun tidak tepat dan tidak aman karena senyawa kimia atau logam berat berbahaya yang dikandung limbah hasil pertambangan itu bisa menjalar dan berproses sejauh 10 hingga 20 mil.
"Apalagi dibuang secara langsung ke laut, tentunya logam berat berbahaya ini akan terurai lebih bebas," ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, PR NTB menolak perpanjangan izin pembuangan tailing ke laut oleh perusahaan tambang PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang beroperasi di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat.
PT NNT yang telah beroperasi 11 tahun dan sudah meraih keuntungan ratusan triliun rupiah membuang tailing ke laut dengan sistem "Submarine Tailing Disposal" (STD) ke dasar laut sebanyak 120 ribu ton setiap hari.
Ratusan ribu ton tailing tersebut dihasilkan dari lubang berdiameter 4000 meter dengan kedalaman sekitar 500 meter di bawah permukaan laut. Lubang raksasa itu sudah pasti akan menjadi warisan PT NNT kepada masyarakat NTB, khususnya yang berdiam di Pulau Sumbawa.
"Tidak ada satupun penjelasan dari perusahaan tambang itu, bagaimana nanti lubang yang sangat besar dan dalam bekas penambangan itu direklamasi. Ketika secara ilmiah, tidak ada satu mahluk pun yang dapat bertahan hidup dalam lubang yang terisi air asam tambang, bahkan mahluk darat yang ada di sekitarnya akan terancam punah," tegasnya.
Selain menolak perpanjangan izin penempatan tailing ke laut, aksi mogok makan yang dilakukan PR NTB dengan pengawalan sejumlah aparat kepolisian dari Polsek Mataram, dilakukan sebagai salah satu cara untuk mendukung perjuangan rakyat Kabupaten Sumbawa Barat dalam menuntut tujuh persen saham PT NNT yang didivestasikan.
PR NTB juga menyerukan kepada PT NNT untuk melaksanakan Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 1 tentang Komisi Pertambangan serta merevisi Kontrak Karya dengan melibatkan Kabupaten Sumbawa Barat sebagai daerah penghasil.