Jumat 13 May 2011 15:37 WIB

Sekber: Penetapan tak Mengarah ke Yogyakarta Merdeka

Rep: Yoebal Ganesha/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Pemerintah pusat dinilai terkesan tidak serius untuk menggolkan Undang-undang Keistimewan Yogyakarta yang menegaskan bahwa pengisian jabatan gubenur DI Yogyakarta dilakukan dengan penetapan. Walaupun begitu, Sekretariat Bersama Gabungan Masyarakat Pendukung Keistimewaan DIY (Sekber Gamawan) tidak berpikiran untuk mengusahakan Yogyakarta menjadi negara merdeka di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kita tak berpikir ke sana, karena esensi Maklumat 5 September 1945 tersebut bahwa Yogyakarta bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Widihasto Wasana Putra, Ketua Sekber Gemawan, Jumat (13/5), usai beraudendi dengan DPRD DI Yogya.

Menurut Eidihasto, yang diperjuangkan Sekber Gamawan hanyalah meminta pemerintah pusat konsisten agar menghargai Ijab Qobul ini, yakni dengan menegakkan keistimewaan Yogyakarta -- dalam artian proses pengisian jabatan gubernur/wabub dilakukan dengan penetapan terhadap Sultan HB dan Adipati Paku Alam yang bertahta.

Menurut dia, dalam mengawal permasalah RUUK DIY penetapan ini, semua pihak haruslah berkepala dingin. Ia menegaskan, niat memisahkan diri dari NKRI sampai saat ini belum ada 'dalam kamus warga Yogya.' Widihasto mengatakan bagi Sekber Gemawan bahwa bergabungnya Yogyakarta ke dalam NKRI merupakan sikap final.

Ia mengatakan, dalam memperjuangkan penetapan, Sekber Gemawan tetap konsisten melakukannya dalam bingkai NKRI. Menurut dia, perjuangan yang dilakukannya ini adalah agar permintah pusat dapat menghargai aspirasi warga Yogya, bukan hanya berdasarkan kepentingan-kepentingan yang diusung partai-partai politik tertentu.

Kalaupun hasil pembahasan RUUK tersebut tidaklah sesuai dengan aspirasi warga Yogya yang mendukung penetapan, ia melanjutkan, tentunya pihaknya tak akan tinggal diam. "Kami akan melakukan sidang rakyat untuk melantik Sultan sebagai gubernur DIY seperti yang dilakukan tahun 1998 dan tahun 2008. Artinya secara de facto warga Yogya menginginkan gubernurnya adalah sultan," tuturnya.

Ia meminta pemerintah pusat dan partai-partai politik menghargai aspirasi rakyat Yogya yang menginginkan penetapan, karena demokrasi esensinya adalah asprisari dari bawah. "Sangat tidak sehat bila demokrasi itu dipandang untuk mengikuti kepentingan atasan," kata dia.

Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana mengatakan ia melihat bahwa perjuangan penetapan yang dilakukan oleh warga Yogya tidaklah berhubungan dengan adanya maksud untuk memisahkan diri dari NKRI. "Sangat tidak," kata dia.

Ia mengakui terkadang dalam aksi-aksi memperjuangan penetapan ini memang muncul kata-kata bahwa Yogyakarta akan memerdekakan diri bila pemerintah pusah mengabaikan Ijab Qobul bergabungnya Yogyakarta ke NKRI. Menurut dia, mengatakan kalau ada sebagai orang-orang yang mengarahkan

perjuangan penetapan ini akan mengarah ke kemerdekaan bila memang tak dipenuhi pemerintah pusat dan DPR, semua tentunya akan bertentangan dengan pesan yang ada pada Ijab Qobul sendiri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement