Rabu 08 Jun 2011 08:18 WIB

Walau Kerap Diprotes, Freeport Klaim Limbah Pabriknya Aman

Red: cr01
Pendulang emas tradisional di Timika mengais serpihan emas dari tailing PT Freeport.
Foto: yamintimika.blogspot.com
Pendulang emas tradisional di Timika mengais serpihan emas dari tailing PT Freeport.

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA – Walau selama ini dianggap merusak lingkungan dan kerap diprotes warga, namun PT Freeport Indonesia menegaskan bahwa material sisa pasir tambang (sirsat) atau tailing yang dialirkan melalui sungai Otomona di Kabupaten Mimika, Papua, tidak mencemari air sumur warga Kota Timika.

General Super Intendent Environmental Monitoring Departemen PT Freeport, Gesang Setiadi, mengatakan perusahaan telah membuat sekitar 40 sumur pemantauan di pinggir tanggul pengendapan tailing di dataran rendah Mimika, mulai dari Kwamki Lama, Kampung Pisang Koperapoka hingga Gorong-gorong Timika.

Dari penelitian yang dilakukan Departemen Lingkungan Freeport yang diuji pada laboratorium Sucofindo, disimpulkan bahwa air sumur warga Timika tidak mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. "Tidak ada kandungan zat berbahaya yang melampaui baku mutu lingkungan. Jadi masyarakat Timika tidak perlu khawatir," kata Gesang, Rabu (8/6).

Walau demikian, dari penelitian air sumur yang letaknya jauh dari areal pengendapan tailing Freeport, ditemukan kandungan mangan yang cukup tinggi. Hal itu karena wilayah Timika dulunya merupakan daerah bekas rawa-rawa.

 

Gesang menegaskan, sesuai hasil penelitian disimpulkan bahwa material tailing Freeport tidak mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan maupun tumbuhan sebagaimana yang diisukan selama ini. "Tailing bukan termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3). Jadi, tidak ada zat berbahaya dalam tailing. Itu sudah melalui penelitian," tegasnya.

Menurut dia, kematian berbagai jenis pohon dan tumbuhan di areal pengendapan tailiing Freeport, bukan karena tailing mengandung zat berbahaya. Namun karena tumbuhan yang sebelumnya hidup di lahan kering tertutup material pasir dan air sehingga tidak mampu lagi menyerap oksigen dari dalam tanah.

"Kalau tumbuhan yang biasanya hidup di tanah berair seperti tanaman bakau tidak mati, karena memiliki akar tunggal dan akar atas," ujar magister lingkungan jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Gesang juga meminta masyarakat Timika mewaspadai efek penggunaan merkuri untuk pemurnian emas oleh para pendulang tradisional di sepanjang aliran pengendapan tailing maupun pada sejumlah toko emas di Timika. Dari pengujian radiasi merkuri yang dilakukan oleh PT Freeport, diketahui tingkat radiasi merkuri pada sejumlah tempat di Kota Timika sudah cukup mengkhawatirkan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement