REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memfasilitasi warga lereng Gunung Merapi yang menolak relokasi dan tetap membangun hunian tetap atau rumah permanen di kawasan rawan bencana Merapi.
"Kalau mereka tidak mau relokasi yang kami tidak bisa memfasilitasinya, termasuk tidak akan dapat dana insentif pembangunan rumah senilai Rp 30 juta," kata Sultan di sela kunjungannya di Kelompok Ternak Udang Galah Dusun Kadi Polo, Desa Sendangtirto, Berbah, Sleman, Sabtu.
Menurut dia, hunian tetap (huntap) hanya akan diberikan kepada warga yang mau direlokasi. "Warga yang membangun rumah permanen di atas atau di kawasan rawan bencana (KRB) Merapi, tidak dapat dana insentif ini," katanya.
Ia mengatakan, bagi warga yang sudah membangun rumah permanen di KRB III bisa memperoleh insentif dari pemerintah dengan catatan mereka bersedia dipindah atau di relokasi di tempat yang lebih aman.
"Kalau yang di atas dapat Rp 30 juta berarti rumahnya dua. Semua tentunya maunya seperti itu, di atas punya rumah dan di lokasi relokasi juga punya, kan tidak bisa begitu, saya pun mau kalau bisa punya dua rumah," katanya.
Sultan mengatakan, pembangunan huntap dengan insentif Rp 30 juta sebenarnya sudah dimulai melalui dana dari "Java Reconstruction Fund" (JRF) yang dilaksanakan Rekompak.
"Sebanyak 146 rumah dibangun di wilayah Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, memang rumah yang dibangun ini yang menggunakan lahan milik warga yang berada di luar KRB III Merapi," katanya.
Ia mengatakan, sedangkan untuk huntap di lahan relokasi, saat ini pemerintah daerah masih menunggu Inpres tentang rehabilitasi dan rekonstruksi. "Inpres diharapkan memberi kepastian tanah kas desa yang akan dibangun huntap dibeli pemerintah," katanya.