REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN - Petani di lereng Merapi, tepatnya di Desa Deles, Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, mulai bangkit dan optimis menggarap kembali sawah mereka pascaerupsi, dengan menerapkan sistem tanam bersama pada lahan yang masih bagus.
Penggerak warga petani Deles yang juga Koordinator Pemantau Swadaya Anak Merapi, Sukiman, di Klaten, Rabu (22/6), menyatakan sudah menyiapkan petani sejak sebulan lalu untuk kembali bercocok tanam. Cara yang digunakan yakni menggarap lahan secara gabungan dan membentuk kelompok-kelompok tani.
Langkah itu, ujarnya, bisa memperkecil beban dalam mengembalikan kondisi ekonomi setelah terkena bencana. "Lahan yang kerusakannya tidak terlalu parah dan masih bisa ditanami, kami tanam secara bersama. Cara seperti ini sudah dilakukan sebelum bencana erupsi Merapi, dan saat ini kembali diterapkan untuk pemulihan tanaman pertanian," ujarnya.
Menurut dia, menanam menggunakan sistem tanam bersama di lahan yang dinilai bagus dan masih bisa ditumbuhi tanaman, mampu meringankan beban petani yang sawahnya mengalami kerusakan parah dan sulit dipulihkan. Selain itu dengan langkah ini, hasil dari panenan dapat dinikmati secara merata oleh setiap anggota kelompok tani.
Cara ini, menurut dia, terbukti sangat efektif. Pasalnya, ketika sebagian besar tanaman di sawah mengalami kerusakan akibat terdampak material vulkanik, masih ada satu lahan yang panen dan hasilnya bisa dibagi bersama. "Dampak ekonomi akibat erupsi pun tidak terlalu kami rasakan," kata Sukiman.
Seorang Petani Dusun Deles, Miyono, mengatakan, dirinya bersama sepuluh orang petani lain saat ini sudah melakukan penanaman di lahan seluas dua hektar, dan menunggu sekitar satu bulan lagi untuk dipanen. "Tanaman sayur dan palawija seperti kol, jagung, dan kacang-kacangan yang kami tanam saat ini berusia sekitar satu bulan. Insya Allah dalam waktu dekat sudah panen," tuturnya.
Tanaman sayur dipilih para petani karena jenis komoditi ini dianggap paling tepat untuk dikembangkan dan hasilnnya pun menjanjikan. Desa Deles, imbuhnya merupakan desa tertinggi di lereng Merapi yang masuk wilayah Klaten, sehingga kerusakan lahan pertanian akibat erupsi pun luas. Saat fase erupsi terjadi, seluruh warga yang ada di sana harus mengungsi sehingga tanaman yang mereka miliki pun terlantar dalam kurun waktu lebih dari sebulan.