REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH - Pakar pemerintahan Prof Dr M Ryaas Rasyid MA berpendapat Qanun (Peraturan Daerah - Perda) tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Provinsi Aceh yang disahkan legislatif (DPRA) itu tidak perlu dipaksakan. "Sebenarnya Qanun Pilkada Aceh dengan tidak memasukkan pasal tentang calon dari perseorangan (independen) tersebut tidak perlu dipaksakan, walaupun logika-logika itu bisa dimainkan," katanya di Banda Aceh, Rabu (29/6).
Hal itu disampaikan menanggapi penolakan DPRA terhadap calon independen yang akan maju dalam Pilkada Aceh untuk memilih gubernur/wakil gubernur dan bupati/wali kota dan para wakilnya yang dijadwalkan sekitar November tahun ini. Dijelaskan, ketika pemerintah dan DPR RI menyepakati adanya calon dari jalur independen pada Pilkada secara khusus di Aceh sebelum 2007, menunjukkan bahwa demokrasi di wilayah ini lebih maju.
"Artinya calon independen dari Aceh itu kemudian 'dicopy' dan berlaku secara nasional. Itu juga menunjukkan bahwa calon independen yang kini berlaku di seluruh Indonesia tersebut adalah pengaruh dari Aceh," katanya menambahkan.
Kemudian, provinsi lain juga menuntut agar Pilkada untuk memilih gubernur dan bupati serta wali kota itu harus disertakan dari jalur perseorangan. "Karenanya keluarlah yudisial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan referensi Aceh itu maka ada perubahan atas undang undang secara nasional yang mengatur agar seluruh Indonesia diberlakukan adanya calon kepala daerah dari jalur perseorangan," kata Ryaas Rasyid.
"Apakah kita mau demokrasi di Aceh itu lebih rendah daripada di provinsi lain di Indonesia, sementara wilayah lain meniru Aceh. Pasal khusus masuknya calon independen dalam Pilkada itu menunjukkan bahwa Aceh telah berinspirasi untuk nasional," ujarnya menambahkan.
Dipihak lain, Ryaas Rasyid juga menegaskan bahwa meskipun Qanun Pilkada Aceh itu telah disetujui dan disahkan oleh DPRA namun tidak bisa dijalankan jika gubernur tidak menandatanganinya.
"Kalaupun gubernur Aceh juga menandatangani Qanun Pilkada maka itu tidak sah karena bertentangan dengan putusan MK. MK telah memutuskan dengan tetap memasukkan calon independen ikut dalam Pilkada Aceh," katanya menjelaskan.