REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar otonomi daerah Profesor Ryaas Rasyid menyatakan dengan telah dua kali diperpanjangnya masa jabatan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta maka sebenarnya sudah diakui bahwa pengisian jabatan gubernur provinsi itu dilakukan melalui pengukuhan atau penetapan tanpa melalui pemilihan.
"Saat ini setidaknya telah dua kali dilakukan perpanjangan masa jabatan Sri Sultan HB X sebagai gubernur.
Perpanjangan Sultan itu tak ada dalam undang-undang. Dengan kata lain sebenarnya ini bukti adanya pengukuhan atau penetapan, jadi tak ada pemilihan," kata Ryaas Rasyid pada diskusi di ruang wartawan DPR Senayan Jakarta, Kamis (22/12).
Diskusi bertemakan 'Mau Dibawa Kemana RUUK DIY?' selain menghadirkan Ryaas Rasyid juga pakar hukum Tata Negara Satya Arinanto, dan Irmanputra Sidin. Menurut Ryaas, perpanjangan yang dilakukan Presiden terhadap Sultan tersebut secara tidak langsung sudah mengakui adanya pengukuhan.
"Sultan ini bukan pelaksana tugas gubernur, tetapi gubernur yang diperpanjang masa jabatannya. Ini tidak ada di daerah lain," kata Ryaas.
Menurut Ryaas, sebenarnya secara diam-diam sudah diakui bahwa tak ada pemilihan juga tidak apa-apa. Oleh karena itu, tambah Ryaas, biarkanlah masyarakat Indonesia dan Yogyakarta menilai dirinya sendiri.
"Yogyakarta itu tidak pernah merugikan republik. Yogyakarta ini tak pernah rewel. Yogyakarta bisa mengurus dirinya sendiri. Yogyakarta itu bukan persoalan, hanya beberapa orang yang mempersoalkannya," kata Ryaas seraya menyatakan persoalan DIY sebenarnya persoalan sederhana.
Menurut Ryaas, jika harus dilakukan perubahan, maka perubahan harus dilakukan dengan mempertimbangkan kerugian yang kecil dan harus menjadikan lebih baik. Menurut dia, pilkada langsung tak menjamin tampilnya pemimpin yang baik, faktanya saat ini ada 150 kepala daerah yang bermasalah hukum.
"Sampai saat ini tidak ada orang Yogyakarta maupun daerah lain yang menggugat sistem di DIY. Bahwa hak orang Yogyakarta harus diakui, itu sama haknya dengan orang Papua. Di Papua seolah-olah ada konvensi tak boleh orang luar jadi gubernur," kata Ryaas.
Menurut Ryaas hal tersebut merupakan hak-hak original masing-masing daerah yang harus diakui. Sementara itu Satya Arinanto mengatakan,dalam perkembangan pembahasan RUUK DIY saat ini praktis tinggal menyisakan satu persoalan tentang sumber pengisian jabatan gubernur DIY. Sebelumnya memang ada dua persoalan yakni soal pengisian jabatan gubernur dan soal pertanahan.
"Masalah tanah sudah tercapai kesepakatan bahwa ada penguatan soal hak dan pengaturan hukum soal tanah. Dengan UU ini sekaligus bisa jadi dasar hukum soal pertanahan. Soal Sultan ground dan Pakualaman ground jadi jelas hukumnya," kata Satya.
Karena itu, tambah Satya, sebenarnya tidak ada lagi hal-hal yang krusial, kalaupun ada perbedaan pendapat itu biasa.