REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Sedikitnya 200 warga dari berbagai elemen masyarakat, berunjuk rasa di Kota Mataram, menuntut agar Kapolda Nusa Tenggara Barat Brigjen Pol Arif Wachyunadi dicopot dari jabantannya terkait tragedi berdarah 24 Desember lalu di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima.
Ratusan warga yang didominasi para aktivis organisasi lingkungan hidup, pemerhati petani dan mahasiswa itu, berunjuk rasa di jalan utama Kota Mataram, yakni di persimpangan Jalan Udayana-Langko-Pejanggik-Air Langga, Senin.
Pengunjuk rasa memadati perempatan jalan itu dan membentuk lingkaran, sehingga jalanan tidak bisa dilalui kendaraan bermotor.
Aksi dikoordinir secara bersama-sama oleh Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB Ali Hasan Al Khairi, Ketua Serikat Tani Nasional (STN) Rivai Ahmad, dan aktivis kawakan lain di NTB seperti pimpinan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Andra Ashadi.
Secara bergantian, mereka berorasi yang mengarah kepada tuntutan pencopotan Kapolda NTB, terkait operasi pembubaran paksa para pengunjuk rasa di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima hingga menewaskan sejumlah warga dengan luka-luka yang diduga bekas terkena tembakan sejata api.
"Peristiwa penembakan yang menewaskan warga di Bima dengan berlindung di balik alasan penegakan hukum itu, merupakan tindakan arogansi yang menciderai hati nurani rakyat. Itu hak rakyat untuk menyampaikan aspirasi di muka umum, mengapa harus ditembak," ujar seorang orator yang disambut teriakan pengunjuk rasa.
Mereka menilai Kapolda NTB tidak mampu melaksanakan langkah negosiasi untuk membubarkan pengunjuk rasa, malah lebih memilih tindakan refresif kepada pengunjuk rasa, hingga terjadi tragedi berdarah.
Karena itu, dalam unjuk rasa yang berlangsung lebih dari dua jam, mereka menuntut tidak hanya Kapolda NTB, tetapi Kapolri juga harus dicopot. Demikian juga Kapolres Bima AKBP Kumbul, harus juga dicopot dari jabatannya.
Ratusan pengunjuk rasa juga mendesak penarikan personel Polri yang mencapai ribuan orang di Kabupaten Bima, agar suasana kondusif bisa secepatnya terwujud.
Mereka juga menyuarakan pentingnya pembentukan tim investigasi terpadu terkait insiden penembakan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga pengunjuk rasa.
Tuntutan lainnya yakni mencabut Izin Usaha Penambangan (IUP) yang dikantongi PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) sejak 2008, yang kemudian diperbaharui dan dilakukan penyesuaian IUP tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Bima pada 2010.
IUP itu bernomor 188/45/357/004/2010, PT SMN, yang mencakup areal tambang seluas 24.980 hektare yang mencakup wilayah Kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu.
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa di Pelabuhan Sape itu dimulai sejak 19 Desember 2011, dan pemerintah terus berupaya agar unjuk rasa berakhir demi kelancaran transportasi dari dan ke Pelabuhan Sape.
Dalam meminta agar pengunjuk rasa bersedia meninggalkan Pelabuhan Sape yang diduduki, pemerintah juga berjanji akan menghentikan sementara IUP yang sempat diterbitkan.
Namun, warga pengunjuk rasa yang terus bertambah hingga mencapai ribuan orang, tetap bersikeras menolak penghentian sementara itu. Mereka tetap menuntut agar izin usaha pertambangan itu segera dicabut. Bersamnaan dengan itu, para pengunjuk rasa tetap bertahan dengan memblokade jalan masuk ke Pelabuhan Sape.
Melihat itu, aparat Polres Bima yang didukung Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda NTB dan unsur TNI serta aparat terkait lainnya, akhirnya mengambil langkah dengan membubarkan paksa aksi unjuk rasa ribuan warga disertai blokade ruas jalan menuju Pelabuhan Sape yang telah berlangsung sejak enam hari terakhir itu.
Pelabuhan Sape berada di Kecamatan Sape, namun warga pengunjuk rasa yang menguasai kawasan itu merupakan penduduk Kecamatan Lambu, yang melakukan aksi protes terhadap usaha penambangan di wilayah Lambu. Kecamatan Lambu dimekarkan dari Kecamatan Sape sejak beberapa tahun lalu.
Polisi membubarkan pengunjuk rasa dengan tembakan hingga dua orang dilaporkan tewas terkena peluru, dan puluhan warga pengunjuk rasa lainnya luka-luka.
Kedua korban tewas itu dilaporkan bernama Arif Rahman (18) dan Syaiful (17), keduanya warga Desa Suni, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima. Sembilan korban luka-luka kini masih menjalani perawatan medis di dua rumah sakit di Bima.
Ribuan pengunjuk rasa yang terdesak saat digempur polisi, berpencar dan kelompok yang kembali ke Kecamatan Lambu, murka dan membakar Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Lambu.