Jumat 06 Jan 2012 17:57 WIB

Penembakan Aceh Dinilai Bernuansa Politik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Insiden penembakan yang terjadi di Aceh akhir-akhir ini dinilai bermuatan politik. Pandangan itu disampaikan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Imparsial.

"Kondisi ini bisa kita lihat secara nasional, bahwa Aceh adalah modalitas Presiden Yudhoyono. SBY naik jadi presiden dengan suara 93 persen lebih di Aceh ini mencitrakan SBY sebagai sosok perdamaian. Kalau ini berarti ada penghancuran modalitas SBY, oleh karena itu pemerintah ekstra waspada," kata peneliti senior Imparsial Otto Syamsudin Ishak saat jumpa pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Jumat (12.

Tanpa segera diatasi, Imparsial khawatir aksi penyerangan ini juga bisa melebar di daerah konflik dan pasca konflik lain, seperti di Ambon dan Papua.

Menurut dia, kekerasan bersenjata yang terjadi belakangan ini di Aceh bukanlah kekerasan kriminal biasa karena jika dirunut ke belakang, setiap ada peristiwa kekerasan pasti terkait situasi politik lokal.

Otto menduga penembakan ini bukan dilakukan oleh orang yang tidak dikenal, namun oleh penembak misterius (petrus) karena penembakan mengarah pada pada etnis tertentu.

"Orang tidak dikenal itu targetnya nggak jelas, kalau petrus targetnya jelas, terkonsentrasi pada etnis tertentu dan sifatnya pendatang," katanya.

Imparsial berharap pemerintah pusat turun tangan dalam mengawasi pemilihan gubernur pada 16 Februari mendatang agar kondisi penghancuran modalitas politik itu tak terjadi dan meluas.

Imparsial juga meminta agar pemerintah pusat tak melokalisir persoalan kekerasan tersebut, tetapi harus dibaca sebagai persoalan nasional.

Untuk mengatasi persoalan ini, Imparsial meminta pemerintah mempersiapkan Polri yang baik. Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia harus segera diselesaikan, baik pelanggaran HAM masa lalu maupun masa kini.

"Jika tidak, dikhawatirkan persoalan tersebut akan menjadi rumput kering bagi pihak lawan politik untuk menghancurkan modalitas politik penguasa, seperti kasus kekerasan di Bima, Mesuji, bahkan di Papua. Kalau tak segera diselesaikan, ini akan menjadi bunuh diri secara politik," papar Otto.

Otto menilai pernyataan Menko Polhukam Djoko Suyanto yang mengatakan aksi penembakan brutal di Aceh terkait dengan masalah kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan para pendatang adalah tidak benar.

"Kalau kecemburuan sosial harusnya satu kampung. Lalu, kalau (motif) ekonomi yang ditembak tidak ada benda yang hilang, dan korban ini adalah pendatang pulang-balik," katanya.

Di tempat yang sama, Direktur Program Imparsial, Al Araf, mengatakan, ketidakmampuan polisi dalam mengungkap berbagai kasus kekerasan di Aceh semakin menunjukkan kentalnya motif politik.

"Harus ada tenggat waktu yang jelas bagi polisi untuk menguak kasus-kasus kekerasan di sana," katanya.

Menurut dia, Polri harus juga mengevaluasi kinerja kepolisian daerah Aceh, pasalnya Polda Aceh dinilai gagal dalam mengantisipasi gangguan keamanan yang terjadi dan gagal memberi perlindungan dan rasa aman bagi warga negara.

"Polisi seharusnya proaktif sejak masa awal perdamaian untuk melakukan penertiban senjata dan bahan peledak yang ilegal maupun melakukan kontrol peredaran senjata api dan bahan peledak legal," ujarnya.

Imparsial dan Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) mencatat, sepanjang 2011 hingga awal 2012 telah terjadi kekerasan sebanyak 17 kali dengan korban meninggal 15 orang dan 17 orang luka. Jenis kasusnya beragam.

Sebagian besar pelakunya adalah orang tak dikenal serta sebagian besar kasus itu tidak terungkap. Situasi semakin keruh karena adanya perisitiwa pelemparan granat sebanyak tiga kali dan kasus tersebut belum terungkap.

Adapun empat kasus penembakan misterius yang terjadi di Aceh menewaskan lima warga dan delapan lainnya luka. Peristiwa terjadi di tiga tempat yakni di Desa Blang Cot Tunong, Kecamatan Jeumpa, Bireuen; di Desa Ilie, Ulee Kareng, Banda Aceh, Sabtu (31/12); dan di sebuah kedai kopi di Dusun Blok B, Desa Seureuke, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, Ahad (1/1).

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement