Sabtu 18 Feb 2012 13:18 WIB

Pukat Harimau Sembunyi-sembunyi Dioperasikan di Tanjung Balai

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNG BALAI - Puluhan unit kapal pukat harimau (trawl) masih tetap beroperasi secara sembunyi-sembunyi di wilayah perairan Tanjung Balai, Sumatera Utara.

Salah seorang tokoh masyarakat di Kota Tanjung Balai, HML Lumbantobing (64), Sabtu, mengatakan operasi kapal pukat harimau itu, saat ini sudah kelihatan menjauh dan berada di sekitar pulau-pulau jauh terpencil di perairan Tanjung Balai. Sebab selama ini, menurut dia, kapal pukat harimau itu mengambil ikan di zona tempat penangkapan ikan bagi nelayan tradisional.

Hal inilah yang mengakibatkan nelayan kecil yang ada di daerah itu mengamuk dan membakar lima unit kapal pukat harimau Bagan Asahan, Desember 2011. "Jadi,nelayan tradisional itu tidak terima wilayah tangkapan mereka juga dijarah atau 'dikuasai' oleh kapal pukat harimau yang terus mengganas itu, dan tidak mematuhi aturan hukum yang berlaku di neger ini," kata pensiunan TNI itu.

Tobing mengatakan, larangan beroperasinya alat tangkap pukat harimau atau sejenisnya itu, tertuang dalam Keppres 38 Tahun 1980, dan aturan tersebut masih tetap berlaku hingga kini.

Namun kenyataanya, sampai saat ini kapal penangkap ikan yang menggunakan pukat trawl itu masih terus kelihatan dengan bebas dan tidak ada tindakan hukum bagi aparat penegak hukum di laut.

Karena tidak adanya razia dan penertiban yang dilakukan petugas keamanan di laut, maka nelayan kapal pukat harimau seenaknya menangkap ikan dengan bebas di laut. "Pukat harimau itu juga merusak sumber biota dan ekosistem di laut, ini tidak boleh terus dibiarkan karena jelas terjadinya pencemaran.Bibit-bibit ikan yang masih kecil dan batu karang, juga habis disapu bersih jaring pukat harimau tersebut," ujarnya.

Oleh karena itu, jelasnya, sudah seharusnya kapal pukat harimau yang beroperasi itu harus dihentikan kegiatannya."Seluruh pukat trawl harus diamankan dan tidak dibenarkan lagi turun ke laut," kata Tobing.

Lebih jauh dia mengatakan, masih beroperasinya nelayan pukat harimau di laut, maka tidak akan pernah cocok dengan nelayan tradisional, karena mereka ini sudah lama bermusuhan dan saat adanya pukat trawl tersebut. "Pemerintah dan aparat keamanan juga perlu memperhatikan aspirasi yang telah disampaikan nelayan tradisional mengenai terus maraknya operasi pukat harimau di daerah tersebut," kata Tobing.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement