Selasa 28 Feb 2012 08:46 WIB

Kontribusi Newmont Terbesar di Ekspor NTB

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Perusahaan tambang tembaga dan emas PT Newmont Nusa Tenggara berkontribusi besar terhadap nilai ekspor produk Nusa Tenggara Barat (NTB), atau paling mendominasi perolehan devisa dari komoditas unggulan daerah.

"Bahkan, kontribusi konsentrat Newmont terhadap nilai ekspor NTB 2011 mencapai 99,91 persen," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) H Lalu Imam Maliki, di Mataram, Selasa.

Ia mengatakan total nilai ekspor komoditi NTB pada 2011 mencapai 1,039 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Nilai ekspor itu terhitung Januari sampai November 2011, namun pada Desember 2011 tidak ada aktivitas ekspor.

Dari total nilai ekspor itu, sebanyak 1,037 miliar dolar AS atau 99,91 persen diantaranya bersumber dari konsentrat PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), atau hanya 0,09 persen nilai ekspor diluar produk Newmont atau produk nontambang.

Namun, nilai ekspor 2011 itu turun sebesar 44,24 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 1,864 miliar dolar AS, karena terjadi penurunan volume ekspor yakni tercatat sebesar 406.586,604 ton pada 2011 yang berkurang dari volume ekspor 2010 sebanyak 727.779,321 ton.

"Berkurangnya nilai ekspor itu tentu erat kaitannya dengan aktivitas perusahaan tambang Newmont yang pada 2011 tidak banyak berproduksi, karena sedang konsentrasi pada penataan infrastruktur di wilayah tambang Dodo-Rinti atau Blok Elang," ujarnya.

Imam mengatakan, produk ekspor NTB terdiri dari 27 jenis komoditas yang diekspor oleh 15 eksportir ke 32 negara. Kegiatan ekspor dilakukan melalui tujuh pelabuhan muat.

Sebanyak 27 komoditas ekspor itu yakni konsentrat tembaga, mutiara bulat, melon, air mineral, lukisan, rotan, kayu manis, lobster, pasir, matras, dan lontar, serta 16 jenis komoditas kerajinan.

Produk kerajinan itu yakni gerabah, kayu dan batu, buah kering, alang-alang, rotan, keramik, besi, ketak, rumput, kaca, bambu, kulit kerang, perak, batok kelapa, serbuk kayu dan kerajinan kulit.

Ketujuh pelabuhan muat tersebut yakni Pelabuhan Benete, di Kabupaten Sumbawa Barat NTB dengan nilai ekspor mencapai 1,037 miliar dolar AS, Bandara Soekarno Hatta Jakarta senilai 1,085 dolar AS, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Jawa Timur senilai 540.376 dolar AS, dan Bandara Ngurah Rai Denpasar senilai 35.615 dolar AS.

Pelabuhan lainnya adalah Pelabuhan Belawan Medan Sumatera Utara senilai 37.288 dolar AS, Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta senilai 16.258 dolar AS, dan Pelabuhan Waworada Kabupaten Bima NTB senilai 231 dolar AS.

Sementara nilai ekspor mutiara bulat mencapai 1,113 juta dolar AS, kerajinan buah kering 200.687 dolar AS, kerajinan gerabah 108.773 dolar AS, kerajinan rotan 75.232 dolar AS dan komoditas lainnya sebanyak 22 jenis senilai 217.108 dolar AS.

Sedangkan 32 negara tujuan ekspor itu yakni Jepang, Korea, Jerman, Philipina, Hongkong, China, Singapura, Malaysia, Australia, Italia, Chili, Amerika Serikat, Peru, Polandia, Perancis, Belanda, Myanmar, Kanada, Swedia, Rusia, Afrika Selatan, Austria, Inggris, Tunisia, Taiwan, Meksiko, Belgia, Swiss dan Hongaria, Spanyol, Maldives, Colombia, dan Norwegia.

Hanya saja, kata Imam, ekspor konsentrat tembaga yang mendominasi nilai ekspor itu secara langsung belum memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat di wilayah NTB.

"Masyarakat NTB tetap bangga nilai ekspornya setiap tahun memberikan kontribusi bagi nilai ekspor nasional. NTB bisa berada di papan tengah dari 33 provinsi di Indonesia, cuma sayang, nilai ekspor yang tinggi itu tidak beredar di NTB," ujarnya.

Imam memastikan, jika nilai ekspor tersebut beredar di NTB maka akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat dan bisa menekan angka pengangguran melalui penciptaan lapangan kerja yang timbul dari perputaran uang tersebut.

Karena itu, Pemprov NTB berharap PTNNT tidak hanya mengirim konsentrat ke negara lain, namun diolah terlebih dahulu di daerah, sehingga bisa memberikan nilai tambah dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

"Kalau ada dampak ekonomi yang timbul dari pengolahan konsentrat itu, banyak hal yang bisa teratasi, seperti kemiskinan dan pengangguran," ujarnya.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTB Eko Bambang Sutedjo mengatakan, pemerintah terus mendorong PTNNT agar membangun industri pemurnian konsentrat karena ekspor bahan mentah hasil tambang tidak diperbolehkan lagi pada 2014.

Diyakini dalam dua tahun mendatang sudah mampu melakukan pemurnian mineral secara keseluruhan di dalam negeri, sekaligus mendatangkan nilai tambah bagi masyarakat NTB.

Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), beserta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, mengamanatkan upaya peningkatan nilai tambah di dalam negeri.

Perusahaan tambang diwajibkan mengolah hasil tambang di dalam negeri dan dilarang mengekspor bahan mentah, terutama mineral logam seperti litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, bauksit, dan zirconium.

"Kami terus mendorong Newmont untuk bangun industri pengolahan konsentrat, kalau tidak bisa skala besar yang menengah saja misalnya," ujarnya.

Menurut Eko, manajemen PTNNT sudah melakukan kajian tentang industri pemurnian konsentrat di wilayah NTB, namun belum melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Provinsi NTB maupun pemerintah pusat.

Eko menduga, PTNNT masih enggan membangun industri pemurnian konsentrat itu karena dua alasan utama yakni adanya keterbatasan daya dukung lingkungan, dan belum berintegrasi dengan industri terkait lainnya seperti Petrokimia.

"Newmont sudah kaji tetapi belum laporkan hasilnya, mungkin karena dua hal itu. Tetapi, kami terus mendorong agar dapat membangun industri pemurnian konsentrat skala menengah, dan Pemprov NTB akan memfasilitasinya, seperti menyediakan peraturan daerah yang antara lain menekankan isu besar yakni soal nilai tambah usaha pertambangan," ujarnya.

Kini, NTB telah memiliki perda pengelolaan tambang minerba, yang ditetapkan 20 Februari 2012. Dalam perda itu juga diatur tentang pengelolaan "smelter" atau penampungan konsentrat hasil eksploitasi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement