REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah untuk pengembangan program rintisan Bantuan Operasiomal Sekolah (BOS) SMA dinilai masih minim. Pasalnya setiap siswa hanya mendapatkan bantuan sebesar Rp 120 ribu pertahun. Padahal program tersebut digadang-gadang menjadi tahapan awal untuk menggelorakan program wajib belajar 12 tahun.
Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah, Muh Zen memandang nilai sebesar Rp 120 ribu untuk setiap siswa per tahun tersebut masih sangat jauh dari kebutuhan operasional pendidikan siswa menengah (SMA/MA/SMK). Terlebih lagi menurut dia, kebutuhan setiap siswa menengah setiap tahunnya lebih dari satu juta rupiah setiap tahunnya.
Zen menyebut kebutuhan oeprasional siswa di SMA/MA setiap tahunnya itu sekitar Rp 1,2 juta, sementara SMK kebutuhannya lebih banyak lagi, yakni sekitar Rp 1,5 juta per tahun. "Sehingga kalau pemerintah pusat hanya menganggarkan Rp 120 ribu, berarti hanya sepersepuluh dari kebutuhan," ujarnya saat ditemui di ruangannya, Selasa (6/3).
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI) Jawa Tengah ini mengatakan jumlah tersebut tak mampu mencukupi separuh dari kebutuhan oeprasional pendidikan SMA/MA/SMK. Seharusnya, kata Zen, sebagai program rintisan awal untuk mewujudkan program wajib belajar 12 tahun paling tidak pemerintah menyiapkan anggaran separuh dari kebutuhan pendidikan, yakni sekitar Rp 700 ribu setiap tahun.
Selain itu, program rintisan BOS SMA tersebut dinilainya belum menyeluruh hingga seluruh siswa pendidikan menengah, melainkan hanya mampu menjangkau sekitar 70 hingga 80 persen. Oleh karena itu, diperlukan validasi data yang akurat, sehingga program tersebut mampu tersalur dengan baik.
"Perlu juga pengawasan yang ketat terhadap penggunaan Rintisan BOS SMA karena dana tersebut ditransfer melalui rekening sekolah, berbeda dengan dana bantuan kurang mampu (BKM) yang ditransfer ke rekning siswa masing-masing," ucapnya. Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini pun mendesak pemerintah melakukan penyempurnaan data siswa miskin yang lebih teliti.